Rabu, 05 Januari 2011

KONSERVASI GIGI

Tujuan Intruksional Khusus:
Setelah mengikuti kuliah mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan sebab-sebab penyakit pulpa
2. Menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit pulpa
3. Menjelaskan klasifikasi penyakit pulpa
4. Menjelaskan gejala klinis dan histopatologis penyakit pulpa
5. Menjelaskan rencana perawatan penyakit pulpa

Pokok Bahasan:
I. Pendahuluan
II. Penyakit Jaringan Pulpa:
II.1. Faktor-faktor penyebab penyakit pulpa
II.2. Mekanisme terjadinya inflamasi pulpa
II.3. Klasifikasi penyakit pulpa
II.4. Pulpitis Reversibel
II.5. Pulpitis Irreversibel
II.5.1. Pulpitis Kronis Hiperplastik
II.5.2. Resorpsi Internal
II.6. Degeneratif Pulpa
II.7. Nekrosis Pulpa











I. PENDAHULUAN

Telah diketahui bahwa secara histologis jaringan pulpa mempunyai fungsi induktif, formatif, nutritif, defensif dan sensatif. Adapun pengertian dari masing-masing fungsi tersebut adalah:
- Fungsi Induksif: yaitu pulpa berpartisipasi dalam induksi dan pengembangan odontoblas dan dentin. Bila ini terbentuk maka menginduksi pembentukan enamel.
- Fungsi Formatif: yaitu fungsi odontoblas yang khusus dalam pembentukan dentin
- Fungsi Nutritif: yaitu mensuplai nutrisi dalam rangka pembentukan dentin lewat tubulus dentin.
- Fungsi Defensif: oleh odontoblas akan mempengaruhi dentin terhadap rangsangan dan oleh sel-sel radang yang memiliki imunokompeten terhadap respon radang dan imunologik
- Fungsi Sensatif: yaitu melalui sistem saraf mengirim rangsangan ke SSP yang manifestasinya berupa rasa nyeri.

Salah satu fungsi utama jaringan pulpa adalah formatif yang diperankan oleh odontoblas untuk membentuk dentin primer, sekunder maupun dentin reparatif. Dentin primer terbentuk di saat gigi dalam pertumbuhan, dentin sekunder terbentuk setelah gigi erupsi, sedangkan dentin tersier atau reparatif dibentuk sebagai repons terhadap rangsangan.
Jaringan pulpa mudah merespon dengan adanya rangsangan, baik rangsangan fisis, kimia maupun bakteri. Jaringan pulpa membentuk dentin reparatif sebagai respon, selain itu juga menimbulkan rasa nyeri yang merupakan sinyal sebagai tanda bahwa jaringan pulpa dalam keadaan terancam. Oleh karena adanya hubungan timbal balik antara jaringan pulpa dan periapikal, maka jaringan pulpa yang mengalami keradangan dan tidak dirawat atau perawatannya kurang baik maka penyakit pulpa dapat menjalar ke daerah periapikal.
Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab, klasifikasi dan mekanisme penyakit pulpa, yang sangat diperlukan untuk menentukan rencana perawatan saluran akar yang akan dilakukan.



II. PENYAKIT JARINGAN PULPA
II.1. Faktor-faktor penyebab penyakit pulpa
Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit pulpa dapat dikelompokkan sebagai berikut:
II.1.1. Fisis
A. Mekanis
1. Trauma
a. Kecelakaan (olah raga kontak)
b. Prosedur gigi iatrogenik (pemasangan alat ortho pada gigi, preparasi gigi atau
mahkota, dan lain-lain)
2. Pemakaian patologik (atrisi, abrasi, dll)
3. Retak melalui badan gigi (sindroma gigi retak)
4. Perubahan barometrik (barodontalgia)
B. Termal
1. Panas berasal dari preparasi kavitas pada kecepatan rendah atau tinggi
2. Panas eksotermik karena menjadi kerasnya (setting) semen.
3. Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang dalam tanpa suatu bahan dasar protektif
4. Panas friksional (pergesekan) yang disebabkan oleh pemolesan restorasi
C. Listrik (arus galavanik dari tumpatan metalik yang tidak sama)

II.1.2. Kimiawi
A. Asam fosfat, monomer akrilik, dll
B. Erosi (asam)

II.1.3. Bakterial
A. Toksin yang berhubungan dengan karies
B. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma
C. Kolonisasi mikrobial di dalam pulpa oleh mikro organisme blood–bone (anakerosis)



II.2. Mekanisme Terjadinya Inflamasi Pulpa
Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman). Namun kebanyakan inflamasi pulpa disebabkan oleh kuman dan merupakan kelanjutan proses karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi dapat bersifat lokal dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa.

Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies yaitu:
1. Penurunan permebilitas dentin
2. Pembentukan dentin reparatif
3. Reaksi inflamasi secara respons immunologik

Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis. Radang adalah merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah, syaraf dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma.

II.3. Klasifikasi Penyakit Pulpa
Kalsifikasi penyakit pulpa telah banyak dibuat dan beberapa kali mengalami penyempurnaan, dengan tujuan untuk memudahkan dalam menentukan rencana perawatan secara tepat sehingga didapatkan hasil perawatan yang optimal.

Klasifikasi Menurut Grossman (1988) sebagai berikut:
I. Pulpitis (inflamasi)
A. Reversibel
1. Dengan gejala/simtomatik (akut)
2. Tanpa gejala/asimtomatik (kronis)


B. Irreversibel
1. Akut
a. Luar biasa responsif terhadap dingin
b. Luar biasa responsif terhadap panas
2. Kronis
a. Tanpa gejala dengan terbukanya pulpa
b. Pulpitis hiperplastik
c. Resorpsi internal

II. Degenerasi pulpa
A. Mengapur (kalsifikasi)/diagnosis radiografik
B. Lain-lain (diagnosa histopatologik)

III. Nekrosis pulpa
Pada pembagian terdahulu klasifikasi Grossman (1981) masih didapatkan adanya hiperemia pulpa sebelum infeksi menjalar lebih lanjut ke arah pulpitis, tetapi hal ini telah diperbaharui oleh Grossman di tahun 1988 seperti klasifikasi tersebut di atas.
Perlu diketahui bahwa pada kasus hiperemia pulpa didapatkan adanya jumlah volume aliran darah ke pulpa yang cukup banyak tetapi belum terjadi radang, sebenarnya pada keadaan ini sudah mengalami radang hal ini ditandai dengan adanya perubahan pada pembuluh darah dengan terjadinya peningkatan permiabilitas dan juga oleh peran mediator kimia. Sejak lapisan enamel mengalami cedera sampai dentin, telah terjadi perubahan pada jaringan pulpa berupa proses radang yang diawali dengan vasodilatasi pembuluh darah.
Pengelompokkan penyakit pulpa menurut Walton (1998) agak sedikit berbeda, yaitu sebagai berikut:
1. Pulpitis reversibel
2. Pulpitis Irreversibel
3. Pulpitis hiperplastik
4. Nekrosis pulpa


II.4. Pulpitis Reversibel
Definisi pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa yang sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang segera setelah jejas dihilangkan. Pulpitis reversibel yang disebabkan oleh jejas ringan contohnya erosi servikal atau atrisi oklusal, fraktur email.
Pulpitis reversibel dapat disebabkan oleh apa saja yang mampu melukai pulpa, antara lain: trauma, misalnya dari suatu pukulan atau hubungan oklusal yang terganggu; syok termal, seperti yang timbul saat preparasi kavitas dengan bur yang tumpul, atau membiarkan bur terlalu lama berkontak dengan gigi atau panas yang berlebihan saat memoles tumpatan; dehidrasi kavitas dengan alkohol atau kloroform yang berlebihan, atau rangsangan pada leher gigi yang dentinnya terbuka, adanya bakteri dari karies.
Kadang-kadang setelah insersi suatu restorasi, pasien sering mengeluh tentang sensitivitas ringan terhadap permukaan temperatur, terutama dingin. Hal ini dapat berlangsung dua sampai tiga hari atau satu minggu, tetapi berangsur-angsur akan hilang. Sensitivitas ini adalah gejala pulpitis reversibel. Rangsangan tersebut di atas dapat menyebabkan hiperemia atau inflamasi ringan pada pulpa sehingga menghasilkan dentin sekunder, bila rangsangan cukup ringan atau bila pulpa cukup kuat untuk melindungi diri sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya pulpitis reversibel bisa karena trauma yaitu apa saja yang dapat melukai pulpa. Seperti telah diterangkan di atas bahwa sejak lapisan terluar gigi terluka sudah dapat menyebabkan perubahan pada pulpa.
Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan atau minuman dingin daripada panas, tidak timbul secara spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulpitis reversibel dan irreversibel adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis irreversibel adalah lebih parah dan beralngsung lebih lama.
Pada pulpitis reversibel penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan irreversibel rasa sakit dapat datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis reversibel asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik.
Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan hingga sedang terbatas pada daerah dimana tubuli dentin terlibat. Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah dan adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol dapat dilihat juga sel inflamasi akut.
Pulpitis reversibel yang simtomatik, seacara klinik ditandai dengan gejala sensitif dan rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa sakit bila kemasukan makanan, terutama makanan dan minuman dingin. Rasa sakit hilang apabila rangsangan dihilangkan, rasa sakit yang timbul tidak secara spontan.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis reversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa sakit / nyeri sebentar, dan hilang setelah rangsangan dihilangkan
- Gejala Subyektif: ditemukan lokasi nyeri lokal (setempat), rasa linu timbul bila ada rangsangan, durasi nyeri sebentar.
- Gejala Obyektif: kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadang-kadang mencapai selapis tipis dentin), perkusi, tekanan tidak sakit.
- Tes vitalitas: gigi masih vital
- Terapi: jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies porfunda perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu kemudian tidak ada keluhan dapat langsung dilakukan penumpatan.

Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan periodik untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas meluas, desensitisasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan, dan perhatian pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis lebih lanjut. Bila dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup, begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk memastikan bahwa tidak terjadi nekrosis. Apabila rasa sakit tetap ada walaupun telah dilakukan perawatan yang

tepat, maka inflamasi pulpa dianggap sebagai pulpitis irreversibel, yang perawatannya adalah eksterpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi.
Prognosa untuk pulpa adalah baik, bila iritasi diambil cukup dini, kalau tidak kondisinya dapat berkembang menjadi pulpitis irreversibel.

II.5. Pulpitis Irreversibel
Definisi pulpitis irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal.
Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan.
Pulpitis irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari karies, jadi sudah ada keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun bisa juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia, termal, dan mekanis. Pulpitis irreversibel bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis reversibel yang tidak dilakukan perawatan dengan baik.
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.
Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya terdapat pembukaan sedikit, atau kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies lunak seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena masuknya makanan ke dalam pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan biasanya tidak tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah pembukaan atau draenase pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang sama sekali. Rasa sakit dapat kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas atau masuk di bawah tumpatan yang bocor.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis ireversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar
- Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit), nyeri lama sampai berjam-jam.
- Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan tekan kadang-kadang ada keluhan.
- Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan vital.
- Terapi: pulpektomi

Dengan pemeriksaan histopatologik terlihat tanda-tanda inflamasi kronis dan akut. Terjadi perubahan berupa sel-sel nekrotik yang dapat menarik sel-sel radang terutama leukosit polimorfonuklear dengan adanya kemotaksis dan terjadi radang akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear pada daerah nekrosis dan leukosit mati serta membentuk eksudat atau nanah. Tampak pula sel-sel radang kronis seperti sel plasma, limfosit dan makrofag.
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa koronal atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi.
Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi endodontik dan restorasi yang tepat.




II.5.1. Pulpitis Kronis Hiperplastik (Pulpa Polip)
Pulpitis kronis hiperplastik atau pulpa polip adalah suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang besar pada pulpa muda. Pada pemeriksaan klinis terlihat adanya pertumbuhan jaringan granulasi dalam kavitas yang besar. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.
Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif merupakan penyebanya. Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu kavitas besar yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang kronis misalnya tekanan dari pengunyahan.
Pada pulpitis hiperplastik kronis tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi bila tekanan bolus makanan menyebabkan rasa yang tidak menyenangkan. Pada polip ini dapat ditemukan melalui pemeriksaan klinik tetapi perlu dipastikan melalui pemeriksaan radiologi untuk melihat tangkai dari polip, berasal dari ruang pulpa,perforasi bifurkasi atau gingiva. Warna pulpa polip agak kemerahan mudah berdarah dan sensitif bila disentuh. Sedangkan warna gingiva polip lebih pucat dan biasanya timbul pada karies besar yang mengenai proksimal (kavitas kelas II). Polip berasal dari perforasi bifurkasi terdiri dari jaringan ikat, biasanya giginya sudah mati, kalau pada pulpa polip giginya masih hidup (vital).
Pada pemeriksaan histopatologi terlihat pertumbuhan jaringan granulasi berupa pulpa polip yang permukaannya ditutup oleh lapisan epithelium skuamus yang bertingkat-tingkat. Jaringan granulasi ini merupakan jaringan penghubung vaskuler, berisi polimorfonuklear, limfosit dan sel plasma.
Usaha perawatan harus ditunjukkan pada pembuangan jaringan polipoid diikuti oleh eksterpasi pulpa, jika masa pulpa hiperplastik telah diambil dengan kuret periodontal atau eksavator sendok, perdarahan biasanya banyak dan dapat dikendalikan dengan tekanan. Kemudian jaringan yang terdapat pada kamar pulpa diambil seluruhnya, dan atau dressing formonukresol ditempatkan berkontak dengan jaringan pulpa. Hal terbaik yang dapat dilakukan setelah pulpa polip terambil adalah dengan pulpectomy yaitu prosedur pengambilan jaringan pulpa secara menyeluruh dalam satu kali kunjungan (one visit).
Harapan bagi pulpa tidak baik, tetapi prognosis gigi baik setelah perawatan endodontik dan restorasi yang memadai.

II.5.2. Resorpsi Internal
Resorpsi internal adalah suatu proses idiopatik progresif resorptif yang lambat atau cepat yang timbul pada dentin kamar pulpa atau saluran akar gigi.
Penyebab resorpsi internal masih belum diketahui secara pasti, namun seringkali penderita mempunyai riwayat trauma. Ada yang beranggapan bahwa resorpsi internal dapat terjadi sebagai akibat inflamasi pulpa.
Resorpsi internal pada akar gigi adalah asimtomatik. Pada mahkota gigi, resorpsi internal dapat terlihat sebagai daerah yang kemerah-merahan disebut ”bintik merah muda” (”pink spot”). Daerah kemerah-merahan ini menggambarkan jaringan granulasi yang terlihat melalui daerah mahkota yang teresorpsi.
Pada pemeriksaan histipatologi, tidak seperti karies, resorpsi internal adalah hasil aktivitas osteoklastik. Ciri proses resorpsi adalah lakuna yang mungkin terisi oleh jaringan osteoid. Jaringan osteoid dapat dianggap sebagai usaha perbaikan. Adanya jaringan granulasi menyebabkan perdarahan banyak bila pulpa diambil. Dijumpai sel-sel raksasa bernukleus banyak atau dentinoklas. Pulpa biasanya menderita inflamasi kronis. Kadang-kadang terjadi metaplasia pulpa yaitu transformasi ke jenis jaringan lain seperti tulang atau sementum.
Perawatan yang dapat dilakukan pada kasus resorpsi internal adalah eksterpasi pulpa untuk menghentikan proses resorpsi internalnya. Diindikasikan perawatan endodontik rutin, tetapi obturasi kerusakan memerlukan suatu bahan khusus, lebih diutamakan dengan cara guta-percha. Pada kebanyakan pasien, resorpsi internal berkembang tanpa terlihat karena tidak menimbulkan rasa sakit, sampai akar berlubang. Dalama kasus seperti ini, pasta kalsium hidroksida dimampatkan pada saluran akar dan diperbaharui secara periodik sampai kerusakan menjadi baik. Perbaikan selesai bila terjadi rintangan atau karies mengapur, baru kemudian diisi dengan gutta-percha.
Prognosis adalah terbaik sebelum terjadi perforasi akar atau mahkota. Jika telah terjadi perforasi akar-mahkota, prognosisnya berhati-hati dan tergantung pada terbentuknya rintangan mengapur atau pembukaan ke perforasi yang memungkinkan perbaikan secara bedah.


II.6. Degenerasi Pulpa
Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu diikutkan pada suatu deskripsi penyakit pulpa. Degenerasi pulpa pada umunya ditemui pada penderita usia lanjut yang dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten. Kadang-kadang dapat juga ditemukan pada penderita muda seperti pengapuran. Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis yang nyata. Gigi tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal tehadap tes listrik dan tes termal. Ada beberapa macam degenerasi pulpa yaitu degenerasi kalsifik, degenerasi atrofik, degenerasi fibrous.
Degenerasi kalsifik ditandai dengan perubahan sebagian jaringan pulpa digantikan oleh bahan mengapur, yaitu terbentuk batu pulpa (dentikel), yang biasanya disebut sebagai pulpa stone. Kalsifikasi ini dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa. Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti kulit bawang dan terletak tidak terikat di dalam kamar pulpa. Diduga bahwa batu pulpa dijumpai pada lebih dari 60% gigi penderita usia lanjut. Pada beberapa pasien batu pulpa terkadang menimbulkan rasa sakit yang menyebar (refered pain), dan dicurigai sebagai fokus infeksi oleh beberapa klinisi.
Degenerasi atrofik, tidak ada diagnosis kliniknya, pada jenis degenerasi ini sering terjadi pada penderita usia lanjut. Secara histopatologis dijumpai lebih sedikit sel-sel skelat, dan cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada normal. Yang disebut ”atrofi retikuler” adalah suatu artifiak (artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa. Biasanya terlihat saluran akarnya sempit dan seringkali menyulitkan bila dilakukan perawatan saluran akar.
Degenerasi fibrous, bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen selular oleh jaringan penghubung fibrus. Dapat terlihat jelas pada saat pengambilan jaringan pulpa berupa jaringan keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam diagnosa klinik.




II.7. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada apakah sebagian atau seluruh pulpa yang terlibat. Nekrosis, meskipun suatu inflamasi dapat juga terjadi setelah jejas traumatik yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi. Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuefaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau dirubah menjadi bahan solid. Pengejuan adalah suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak, suatu cairan atau debris amorfus.
Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh jejas yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma dan iritasi kimiawi. Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan gejala rasa sakit. Sering adanya perubahan warna pada gigi keabu-abuan/kecoklat-coklatan adalah indikasi pertama bahwa pulpa mati.
Pada pemeriksaan histopatologis tampak debris seluler dan mikroorganisme mungkin terlihat di dalam kavitas pulpa. Jaringan periapikal mungkin normal atau menunjukkan sedikit inflamasi yang dijumpai pada ligamen periodontal.
Perawatan yang perlu dilakukan adalah preparasi dan obturasi saluran akar. Prognosis bagi gigi baik, apabila dilakukan terapi endodontik yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger.
2. Walton and Torabinajed. 1996. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. JakarTA : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar