Jumat, 14 November 2014

Patogenesis  GINGIVITIS-Periodontitis

Patogenesis penyakit periodontal dibagi menjadi 4 tahap:
1. Lesi Awal
Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun pada tahap ini hanya menyerang jaringan dalam batas normal dan hanya berpenetrasi superfisial. Bakteri plak memproduksi beberapa faktor yang dapat meyerang jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merangsang reaksi imun dan inflamasi. Plak yang terakumulasi secara terus menerus khususnya diregio interdental yang terlindung mengakibat inflamasi yang cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan meneyebar dari daerah ini kesekitar leher gigi.
Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, disebelah apikal dari epitelium jungtion. Pembuluh ini mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit-terutama limfosit T-cairan jaringan dan protein serum. Disini terlihat peningkatan migrasi leukosit melalui epitelium fungsional dan eksudat dari cairan jaringan leher gingiva. Selain meningkatnya aliran eksudat cairan dan PMN, tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dario perubahan jaringan pada tahap penyakit ini.
2. Gingivitis Dini
Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi baik pada epithekium jungtion maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proleferasi dari sel basal. Fibroblas mulai berdegenerasi dan bundel kolagen dari kelompok serabut dentogingiva pecah sehingga seal dari cuff marginal gingiva menjadi lemah. Pada keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel inflmasi, 75 % diantaranya terdiri dari limfosit. Juga terlihat beberapa sel plasa dan magrofag. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bangkak serta mudah berdarah pada saat penyondean.

3. Gingivitis tahap lanjut
Dalam waktu2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa terlighat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan. Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. Dengan bertambah parahnya kerusakan kolagen dan pembengkakan inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari permukaan gigi, memperbesar kemungkinan ternetuknya poket gingiva atau poket Palsu (’false pocket’). Bila oedem inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium jungtion dan beberapa berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya, namun pada tahapan ini belum terlihat adanya mugrasi sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke permukaan akar.
Bila inflamasi sudah menyebar disepanjang serabut transeptal, maka akan terlihat adanya resorbsi puncak tulang alveolar. Resorbsi ini bersifat reversibel terutama dalam hubungan \nya dengan pemulihan inflamasi. Salah satu tanda penting dri penyakit ini adalah tidak ditemukannya bakteri pada epithelium maupun pada jaringan ikat. Karena jaringan fibrosa rusak pada adrah inflamsi aktif, pada beberapa daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa dan pembentukan pembuluih darah baru. Aktivitas pemulihan yang produktif ibni merupakan karekteristrik yang sangat penting dari lesi kronis dan pada keadaan iritasi serta inflamasi jangka panjang, elemen jaringan fibrosa akan menjadi komponen utama dari perubahan jaringan. Jadi, kerusakan dan perbaikan berlangsung bergantian dan proporsi dari tiap-tiap proses ini akan mempengaruhi warna dan bentuk gingiva. Bila inflamsi dominan, jaringan akan berwarna merah, lunak dan mudah berdarah;bila produksi jaringan fibrosa yang dominan, gingiva akan menjadi keras dan berwarna merah muda walaupun bengkak perdarahan kurng , bahkan tidak ada.

4. Periodontitis:
Bila iritasi plak dan inflamsi terus berlanjut, integritas dari epithelium jungtion akan semakin rusak. Sel-sel epithelial akan berdegenarasi dan terpisah, perlekatannya pada permukaan gigi akan terlepas sama sekali. Pada saat bersamaan, epithelium jungtion akan berproliferasi ke jaringan ikat dan ke bawah pada permukaan akar bila serabut dentogingiva dan serabut puncak tulang alveolar rusak. Migrasi ke apikal dari epithelium jungtion akan terus berlangsung dan epithelium ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket periodontal atau pokel asli. Keadaan ini tampaknya merupakan perubahan Irreversibel. Bila poket periodontal sudah terbentuk plak berkontak dengan sementum. Jaringan ikat akan menjadi oedem; pembuluh darah terdilatasi dan trombosis dinding pembuluh pecah disertai dengan timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Disini terlihat infiltrat inflamasi yang besar dari sel-sel plasam, limfosit dan magrofag. IgG merupakan imunoglobulin yang dominan tetapi beberapa IgM dan IgA juga dapat di temukan disini. Epitelium dinding poket mungkin tetap utuh atau terulserasi. Disini tidak terlihat adanya perbedaan karena produk-produk plak berdifusi melalui epitelium. Aliran cairan jaringan dan imigrasi dari PMN akan berlanjut dan agaknya aliran cairan jaringan ini ikut membantu meningkatkan deposisi kalkulus subgingiva. Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar. Ditandai dengan adanya infiltrasi sel-sel ke ruang-ruang trabekula, daerah-daerah resorbsi tulang dan bertambah besarnya ruang trabekula. Ada kecenderungan resorbsi tulang di imbangi oleh deposisi yang semakin menjauhi daerah inflamasi. Sehingga tulang akan diremodelling, namun tetap mengalami kerusakan. Resorbsi tulang dimulai dari daerah interproksimal menjadi lebar misalnya atara gigi-gigi molar, suatu krater interdental akan terbentuk dan kemudian bila proses resorbsi makin berlanjut, resorbsi akan meluas ke lateral, sehingga semua daerah puncak tulang alveolar akan teresorbsi.
Kesimpulannya, Perbedaan secara histologis yang paling penting antara gingivitis dan periodontitis adalah adanya resorbsi tulang alveolar, proliferasi epitel kearah apikal dan ulserasi junctional epithelium serta bertambahnya kehilangan perlekatan jaringan ikat. Pada fase akut kemungkinan adanya invasi bakteri kedalam jaringan yang menyebabkan terbentuknya abses. Pada periodontitis ringan kehilangan perlekatan sudah terjadi pada seperempat sampai dengan sepertiga panjang akar. Untuk mengetahui lesi periodontitis secara klinis diperlukan pemeriksaan tingkat kehilangan perlekatan.

Mekanisme Kerusakan Tulang
Faktor yang terlibat dalam kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah bakteri dan host. Produk bakteri plak menyebabkan differensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan menstimulasi sel gingiva untuk mengeluarkan mediator yang mempunyai efek yang sama. Pada penyakit dengan perkembangan yang cepat seperti localized juvenile periodontitis, terdapat mikrokoloni bakteri atau satu sel bakteri yang berada diantara serat kolagen dan diatas permukaan tulang yang dapat memberikan efek langsung.
Beberapa faktor host yang dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat menyebabkan resorpsi tulang secara in vitro dan berperan dalam penyakit periodontal, termasuk prostaglandin dan prekursornya, interleukin 1- dan -β, dan Tumor Necrosis Factor (TNF)- yang dihasilkan oleh host.
Ketika diinjeksikan secara intradermal, prostaglandin E2 menyebabkan perubahan vaskular yang terlihat pada inflamasi, apabila diinjeksikan diatas permukaan tulang akan menyebabkan resorpsi tulang tanpa adanya sel inflamasi dan dengan sedikit multinucleated osteoklas. Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) seperti flurbiprofen atau ibuprofen dapat menghambat produksi prostaglandin E2, memperlambat kehilangan tulang pada penyakit periodontal. Efek ini terjadi tanpa perubahan pada inflamasi gingiva dan kambuh kembali 6 bulan setelah penghentian obat.
Resorpsi tulang alveolar dapat menyebabkan lcehilangan perlekatan periodontal, walaupun mekanisme biologis yang menyebabkan kerusakan tulang alveolar masih belum diketahui secara pasti. Ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa prostaglandin EZ dihasilkan oleh sel host yang bereaksi terhadap bakteri dan produknya yang menyebabkan kerusakan jaringan pada penyakit periodontal. Dilaporkan bahwa 10 sampai 15 kali lipat peningkatan prostaglandin E2 pada biopsi gingiva dari kasus periodontitis dibandingkan dengan pasien yang sehat. Pemberian obat anti-inflamasi non steroid juga efektif dalam mengontrol perkembangan penyakit periodontal.
Produk plak dan mediator inflamasi juga dapat bertindak secara langsung pada osteoblas atau progenitornya yang dapat menghambat aksi dan menurunkan jumlahnya. Lipopolisakarida dan toksin bakteri lainnya berperan pada sel imun dan osteoblas yang terdapat di dalam jaringan gingiva yang akan mngeluarkan II-1, IL-1β, IL-6, prostaglandin E2 dan Tumor Necrosis Factor (TNF)-. Faktor-faktor ini mengatur pembentukan dan aktivitas osteoklas.
Lipopolisakarida bekerja di dalam makrofag untuk menghasilkan prostaglandin E2 dalam jumlah yang banyak. Cytokinin dihasilkan oleh sel inflarnasi yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan dalam sel mesenkim dan mengeluarkan prostaglandin E2.
Limfosit dan makrofag pada periodontitis dapat mengeluarkan IL-1 dengan kadar yang tinggi. Limfosit dan makrofag juga mengeluarkan sebagian besar IL-6. IL-1β menyebabkan produksi IL-6 dari fibroblas gingiva.
Tumor Necrosis Factor (TNF)- dihasilkan dari polimorfonuklear (PMN) leukosit, limfosit, dan makrofag yang terdapat di dalam jaringan inflamasi.
IL,-6 bersama-sama dengan IL-3 secara sinergis menstimulasi pembentukan sel progenitor osteoklas. Prekursor osteoklas berasal dari koloni yang membentuk rangkaian unit granulosit-makrofag. IL-6 membantu maturasi sel menjadi osteoklas.
Osteoklas menunjukkan ruffled border yang khas dan dibatasi oleh zona clear. Zona clear terdiri dari membran ventral osteoklas yang disebut podosomes. Podosomes melekat pada matriks yang termineralisasi dan larut di dalamnya melalui pompa proton, sehingga tulang alveolar menjadi teresorpsi.
Resorpsi tulang alveolar juga dapat dimulai melalui aktivasi sistem complement. Mediator inflamasi menstimulasi pembentukan osteoklas baru dari prekursor sel, atau meningkatkan kemampuan resorpsi sel. Beberapa mediator juga dapat menghambat atau sebaliknya mengatur regenerasi tulang.
Mekanisme lain dari resorpsi tulang terdiri dari kumpulan lingkungan yang bersifat asam pada permukaan tulang yang akan mengakibatkan hilangnya komponen mineral tulang. Hal ini dapat ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda diantaranya terdapat proton yang mengalir melalui membran sel osteoklas, tumor tulang, atau tekanan lokal keluar melalui aktivitas sekretori dari osteoklas.
Ten Cate (1994) menggambarkan urutan terjadinya proses resorpsi sebagai berikut :
  1. Perlekatan osteoklas pada permukaan tulang yang termineralisasi.
  2. Pembentukan penutup lingkungan asam melalui aksi pompa proton, dimana tulang terdemineralisasi dan terbukanya matriks organik.
  3. Degradasi rnatriks organik yang telah terbuka dengan unsur pokok asam amino aleh aksi enzim yang dikeluarkan, seperti asam fosfat dan cathepsine.
  4.  Penghancuran ion mineral dan asam amino di dalam osteoklas

Jumat, 09 November 2012

kista Rongga Mulut


Kista Rongga Mulut

1.      Definisi
Kista adalah rongga patologik yang dapat berisi cairan, semisolid/semifluid, atau gas yang bukan berasal dari akumulasi pus maupun darah. Kista dapat terjadi dianatara tulang atau jaringan lunak. Dapat asymptomatic atau dapat dihubungkan dengan nyeri dan pembengkakan. Pada umumnya kista berjalan lambat dengan lesi yang meluas. Mayoritas kista berukuran kecil dan tidak menyebabkan pembengkakan di permukaan jaringan. Apabila tidak ada infeksi, maka secara klinis pembesarannya minimal dan berbatas jelas. Pembesaran kista dapat menyebabkan asimetri wajah, pergeseran gigi yang terlibat, hilangnya gigi yang berhubungan atau gigi tetangga. Dilihat dari gambaran radiograf, terlihat radiolusen yang dikelilingi lapisan radiopak tipis, dapat berbentuk unilokular atau multilokular.
2.      Klasifikasi
a.       Odontogenik
Kista odontogenik adalah kista yang berasal dari sisa-sisa epitelium pembentuk  gigi  (epitelium  odontogenik).  Seperti  kista  lainnya,  kista odontogenik dapat mengandung cairan, gas atau material semisolid.
Kista   odontogenik   disubklasifikasikan   menjadi   kista   yang berasal dari  developmental atau inflammatory. Kista  developmental yakni kista yang tidak diketahui penyebabnya, namun tidak terlihat sebagai hasil reaksi  inflamasi.  Sedangkan  kista  inflammatory merupakan  kista  yang terjadi karena inflamasi.
1)   Developmental
·   Dental lamina cyst (gingival cyst of infant)
·   Odontogenic cyst (primordial cyst)
·   Dentigerous cyst (follicular cyst)
·   Eruption cyst
·   Lateral periodontal cyst
·   Botryoid odotogenic cyst
·   Glandular odotogenic cyst
·   Gingival cyst of adults
·   Calcifying odontogenic cyst
2)   Inflamatory
·   Radicular cyst ( periapical cyst)
·   Residual cyst
·   Paradental cyst
·   Buccal bifurcation cyst
b.      Non-odontogenik
·         Naso- palatine duct cyst (incisive canal cyst)
·         Nasolabial cyst (nasoalveolar cyst)
·         Palatal cyst of infant
·         Lymphoepithelial cyst
·         Gastric heterotropic cyst
·         Tryglosal duct cyst
·         Salivary duct cyst
·         Maxillary antrum associated cyst
·         Soft tissue cyst
·         Pseudo cyst
·         Congenital cyst
·         Parasitic cyst

3.      Patogenesis Kista
a.       Inisiasi kista
Inisiasi kista mengakibatkan proliferasi batas epithelia dan pembentukan suatu kavitas kecil. Inisiasi pembentukan kista umumnya berasal dari epithelium odontogenic. Bagaimanapun rangsangan yang mengawali proses ini tidak diketahui. Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan suatu kista adalah proliferasi epithelia, akumulasi cairan dalam kavitas kista dan resorpsi tulang.
b.      Pembesaran kista
Proses ini umumnya sama pada setiap jenis kista yang memiliki batas epithelium. Tahap pembesaran kista meliputi peningkatan volume kandungan kista, peningkatan area permukaan kantung kista, pergeseran jaringan lunak disekitar kista dan resorpsi tulang.
1)   Peningkatan volume kandungan kista
Infeksi pada pulpa non-vital merangsang sisa sel malasez pada membran periodontal periapikal untuk berproliferasi dan membentuk suatu jalur menutup melengkung pada tepi granuloma periapikal, yang pada akhirnya membentuk suatu lapisan yang menutupi foramen apikal dan diisi oleh jaringan granulasi dan sel infiltrasi melebur. Sel-sel berproliferasi dalam lapisan dari permukaan vaskular jaringan penghubung sehingga membentuk suatu kapsul kista. Setiap sel menyebar dari membran dasar dengan percabangan lapisan basal sehingga kista dapat membesar di dalam lingkungan tulang yang padat dengan mengeluarkan faktor-faktor untuk meresorpsi tulang dari kapsul yang menstimulasi pembentukan osteoclast.
2)   Proliferasi epitel
Pembentukan dinding dalam membentuk proliferasi epitel adalah salah satu dari proses penting peningkatan permukaan area kapsul dengan akumulasi kandungan seluler. Pola mulrisentrik pertumbuhan kista membawa proliferasi sel-sel epitel sebagai keratosis mengakibatkan ekspansi kista. Aktifitas kolagenase meningkatkan kolagenalisis. Pertumbuhan tidak mengurangi batas epitel akibat meningkatnya mitosis. Adanya infeksi merangsang sel-sel seperti sisa sel malasez untuk berploriferasi dan membentuk jalur penutup. Jumlah lapisan epitel ditentukan oleh periode viabilitas tiap sel dan tingkat maturasi serta deskuamasinya.
3)   Resorpsi tulang
Seperti percabangan sel-sel epitel, kista mampu untuk membesar di dalam kavitas tulang yang padat dengan mengeluarkan fakor resorpsi tulang dari kapsul yang merangsang fungsi osteoklas (PGE2). Perbedaan ukuran kista dihasilkan dari kuantitas pengeluaran prostaglandin dan faktor-faktor lain yang meresorpsi tulang.
4.      Gambaran Secara Umum
Menurut  Cawson  (2002)  kista  dentigerous merupakan kista kedua yang paling banyak terjadi setelah kista radikular, yakni dengan jumlah 15-18%. Pada tahun 2006,  dengan  jumlah  kasus  695  ditemukan  bahwa  persentase  kista odontogenik yang terdapat  di Pitie-salpetriere University Hospital,  Paris, Prancis yaitu :
1.   Kista periodontal 53,5%
2.   Kista dentigerous 22,3%
3.   Keratosis odontogenik 19,1%
4.   Residual cyst 4,6%
5.   Kista lateral periodontal 0,3%
6.   Kista glandular odontogenik 0,2%
Kista  tumbuh  secara  ekspansi  hidrolik  dan  dilihat  dari  gambar radiografik  biasanya  menunjukkan  lapisan  tipis  radioopak  yang mengelilingi  radiolusensi.  Adanya  proses  kortikasi  yang  terlihat  secara radiografik adalah merupakan hasil  dari  kemampuan tulang disekitarnya untuk  membentuk  tulang  baru  lebih  cepat  dibandingkan  proses resorpsinya, hal inilah yang terjadi selama perluasan lesi.

 PERBEDAAN ABSES DAN KISTA RONGGA MULUT

Kista
Abses
Radiologi :
Berbentuk membulat atau oval unilokuler atau multilokuler
 Bentuknya tidak beraturan
berbatas jelas radiolusen
Tidak berbatas jelas
Margin : terdapat peripheral cortication (radio-opaque margin)
Margin : tidak terdapat peripheral cortication (radio-opaque margin
Tanda klinis :
Asymtomatic (kecuali pada kista yang beradang/terinfeksi)
Terdapat symtom (terasa sakit)
Berkembang dalam waktu yang lama
Berkembang dalam waktu yang singkat

REFERENSI
            Aryati, R. 2006. Uji Kepekaan Mikroorganisme Yang Diisolasi Dari Abses Di Rongga Mulut Terhadap Antimikroba. Tidak Diterbitkan. Sumatra Utara : Universitas Sumatra Utara
Canina, V. 2010. Kista Odontogenik. Tidak Diterbitkan. Aceh : Universitas Syah Kuala
Cawson, R.A., Odel, E.W., Porter, J., 2002,Cawson’s Essentials of Oral Pathology  and Oral Medicine, 7th ed., Elsevier, Science, Limited, Edinburgh
Cilmiaty, R. 2009. Infeksi Odontogen. WWW Dental World [serial on line] http://cilmiaty.blogspot.com/2009/04/infeksi-odontogen-by-risya-cilmiaty-ar.html  [6 November 2012]
            Daud ME., Karasutisna T. 2001. Infeksi odontogenik 1th ed. Bandung. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Unpad. p.1-12
Fragiskos, F.D. 2007. Oral Surgery. Heidelberg : Springer.
Lopez-Piriz, R., dkk.2007. Management of Odontogenic Infection of Pulpal and Periodontal Origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007;12:E154-9.
Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanti dan Basoeseno.” Oral Surgery 1st ed”. Jakarta : EGC.