Rabu, 05 Januari 2011

Kesehatan lingkungan rumah sakit

LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO 2

KELOMPOK TUTORIAL 5
Ketua : Dika Fitria (081610101075)
Scriber : Trimey Prasetyowati (081610101070)
Notulen : Yulianik Siskawati (081610101016)

Anggota :
Natasha Ghassany Khairina
Adelina Koyumi
Bryan Satria Prima
Yulia Adrianti
Henry Adhi Santoso
Redian Niken
Niken Andriani
Zefri Eka Setiaji
Muhammad Lutfan
Fahlefi Rizqia
Ranti Safira

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2009


LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO 2

KELOMPOK TUTORIAL 5
Ketua : Dika Fitria (081610101075)
Scriber : Trimey Prasetyowati (081610101070)
Notulen : Yulianik Siskawati (081610101016)

Anggota :
Natasha Ghassany Khairina
Adelina Koyumi
Bryan Satria Prima
Yulia Adrianti
Henry Adhi Santoso
Redian Niken
Niken Andriani
Zefri Eka Setiaji
Muhammad Lutfan
Fahlefi Rizqia
Ranti Safira

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2009

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hidayah dan inayahnya-Nya berupa kemampuan berpikir dan analisis sehingga laporan tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial dengan alasan-alasan penting yang menjadi pendorong untuk pengetahuan berdasarkan referensi-referensi yang mendukung. Laporan ini juga untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di lingkungan Universitas Jember dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Laporan tutorial ini disusun melalui berbagai tahap baik dari pencarian bahan, text book dan dari beberapa referensi yang penulis dapat lainnya. Laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya komitmen dan kerjasama yang harmonis diantara para pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Drg. Surartono Dwiatmoko, M. M selaku tutor kelompok tutorial V
2. Teman-teman kelompok tutorial VII
Akhirnya tiada suatu usaha yang besar dapat berhasil tanpa dimulai dari usaha yang kecil. Semoga laporan ini bermanfaat, terutama bagi mahasiswa Universitas Jember sendiri dan di ,luar lingkungan Universitas Jember. Sebagai penanggung jawab dan pembuat makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan serta pemyempurnaan lebih lanjut pada masa yang akan datang.

Jember, 3 Oktober 2009


Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
MAPPING................................................................................................................8
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................9
3.1 Pengertian Sanitasi.................................................................................9
3.2 Kriteria Sanitasi dan Hygiene................................................................9
3.3 Cara Mengelola Limbah Medik...........................................................10
3.4 Hubungan Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesgilut.....................13
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA













BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam mempelajari ilmu kedokteran gigi pencegahan, banyak hal yang patut kita perhatikan. Salah satunya adalah mengenai kesehatan lingkungan rumah sakit. Kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi pengelolaan instalasi pengolahan limbah, higine dan sanitasi lingkungan sekitar, serta masalah pencemaran lingkungan rumah sakit.
Pengelolaan instalasi pengolahan limbah meliputi cara untuk mengolah limbah, proses pemanfaatan dari kegiatan (rumah tangga dan industri) yang berbahaya bagi kesehatan lingkungan, serta system daur ulang limbah agar tidak mencemari lingkungan.
Menjaga higine termasuk aspek non fisik yang patut diperhatikan. Hal tersebut meliputi suatu upaya yang menjaga, memelihara, dan mempertinggi derajat dari faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan. Sedangkan aspek fisiknya meliputi menjaga sanitasi, yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk menjadikan keadaan yang lebih baik sehingga kesehatan semakin meningkat.
Hal terakhir mengenai kesehatan lingkungan rumah sakit yaitu pencemaran. Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga mutu kualitas lingkungan turun sampa pada tingkat tertentu yang menyebebkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sanitasi?
2. Bagaimana kriteria sanitasi dan hygiene?
3. Bagaimana cara mengelola limbah medik?
4. Bagaimana hubungan pencemaran lingkungan terhadap kesgilut?


1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sanitasi.
2. Untuk mengetahui kriteria sanitasi dan hygiene.
3. Untuk mengetahui cara pengelolaan limbah medik.
4. Untuk megetahui hunbungan pencemaran lingkungan terhadap kesgilut.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sanitasi menurut kamus bahasa indonesia diartikan sebagai ‘pemiliharaan kesehatan’. Menurut WHO sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia. Dalam lingkup rumah sakit (RS), sanitasi berarti upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, dan biologik di RS yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi masyarakat disekitar RS. Dari pengertian diatas maka sanitasi RS merupakan upaya dan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan di RS dalam memberikan layanan dan asuhan pasien yang sebaik-baiknya, karena tujuan dari sanitasi RS seringkali ditafsirkan secara sempit, yakni hanya ospek kerumahtanggaan (housekeeping) seperti kebersihan gedung, kamar mandi, dan WC, pelayanan makanan minuman. Ada juga kalangan yang menganggap bahwa sanitasi RS hanyalah merupakan upaya pemborosan dan tidak berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan di RS. Sehingga seringkali dengan dalih kurangnya dana pembangunan dan pemeliharaan, ada RS yang tidak memiliki sarana pemiliharaan sanitasi, bahkan cenderung mengabaikan masalah sanitasi. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10sanitasiRS083.pdf/10SanitasiRS083.html)
Manfaat yang diperoleh dari adanya upaya-upaya dan sarana sanitasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :
1. Dapat mengurangi kemungkinan terjadinya re-infeksi dan infeksi silang di RS
2. Dapat mempercepat proses penyembuhan penderita
3. Akibat dari butir 1 dan 2 akan dapat dihemat biaya pengeluaran RS dan masyarakat yang terkena infeksi (pasien, petugas, dan pengunjung RS ).
4. Mengurangi dampak negatif limbah RS terhadap lingkungan dan masyarakat.
5. Rumah sakit yang saniter merupakan daya tank bagi masyarakat untuk menggunakannya.
6. Meningkatkan citra RS sebagai tempat bersih, sehat, dan tenang.
(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10sanitasiRS083.pdf/10SanitasiRS083.html)
Pembuangan limbah yang bejumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam berbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi dan trauma (injury).
Jenis-jenis limbah rumah sakitmeliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998 ).
a. Limbah klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik tang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar unuk mengangkut dan membuangnya.
d. Limbah dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu, dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
(http://www.shantybio.transdigit.com/?Biology_-)

KONSEP SANITASI RUMAH SAKIT
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung) dan kegiatan pelayanan kesehatan, ternyata di samping dapat menghasilkan dampak positif berupa produk pelayanan kesehatan yang baik terhadap pasien, juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa pengaruh buruk kepada manusia seperti pencemaran lingk mgan, sumber penularan penyakit dan menghambat proses penyembuhan dan pemulihan penderita. Untuk itu sanitasi RS diarahkan untuk
mengawasi faktor-faktor tersebut agar tidak membahayakan. Dengan demikian, sesuai dengan pengertian sanitasi, lingkup sanitasi RS menjadi luas mencakup upaya-upaya yang bersifat fisik seperti pembangunan sarana pengolahan air limbah, penyediaan air bersih, fasilitas cuci tangan, masker, fasilitas pembuangan sampah, serta upaya non fisik seperti pemeriksaan, pengawasan, penyuluhan, dan pelatihan. (http://www.pdfdatabase.com/index.php?q...pengolahan+limbah+medis)
Ben Freedman menyebutkan lingkup garapan sanitasi RS meliputi :
A. Aspek Kerumahtanggaan (Housekeeping) seperti :
1. Kebersihan gedung secara keseluruhan.
2. Kebersihan dinding dan lantai.
3. Pemeriksaan karpet lantai.
4. Kebersihan kamar mandi dan fasilitas toilet.
5. Penghawaan dan pembersihan udara.
6. Gudang dan ruangan.
7. Pelayanan makanan dan minuman.
B. Aspek khusus Sanitasi.
1. Penanganan sampah kering mudah terbakar.
2. Pembuangan sampah basah.
3. Pembuangan sampah kering tidak mudah terbakar.
4. Tipe incinerator Rumah Sakit.
5. Kesehatan kerja dan proses-proses operasional.
6. Pencahayaan dan instalasi listrik.
7. Radiasi.
8. Sanitasi linen, sarung dan prosedur pencucian.
9. Teknik-teknik aseptik.
10. Tempat cuci tangan.
11. Pakaian operasi.
12. Sistim isolasi sempurna.
C. Aspek dekontaminasi, disinfeksi dan sterilisasi.
1. Sumber-sumber kontaminasi.
2. Dekontaminasi peralatan pengobatan pernafasan.
3. Dekontaminasi peralatan ruang ganti pakaian.
4. Dekontaminasi dan sterilisasi air,makanan dan alat-alat pengobatan.
5. Sterilisasi kering.
6. Metoda kimiawi pembersihan dan disinfeksi.
7. Faktor-faktor pengaruh aksi bahan kimia.
8. Macam-macam disinfektan kimia.
9. Sterilisasi gas.
D. Aspek pengendalian serangga dan binatang pengganggu.
E. Aspek pengawasan pasien dan pengunjung Rumah Sakit :
1. Penanganan petugas yang terinfeksi.
2. Pengawasan pengunjung Rumah Sakit.
3. Keamanan dan keselamatan pasien.
F. Peraturan perundang-undangan di bidang Sanitasi Rumah Sakit.
G. Aspek penanggulangan bencana.
H. Aspek pengawasan kesehatan petugas laboratorium.
I. Aspek penanganan bahan-bahan radioaktif.
J. Aspek standarisasi sanitasi Rumah Sakit.
(http://www.pdfdatabase.com/index.php?q...pengolahan+limbah+medis)
Dari lingkup sanitasi yang begitu luas tersebut yang paling penting untuk dikembangkan adalah menyangkut :
a) Program sanitasi kerumahtanggaan yang meliputi penyehatan ruang dan bangunan serta lingkungan RS.
b) Program sanitasi dasar, yang meliputipenyediaan air minum, pengelolaan kotoran cair dan padat, penyehatan makanan dan minuman, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu.
c) Program dekontaminasi yang meliputi kontaminasi lingkungan karena mikroba, bahan kimia dan radiasi.
d) Program penyuluhan.
e) Program pengembangan manajemen dan perundang-undangan yang meliputi penyusunan norma dan standar serta pengembangan tenaga sanitasi RS melalui pelatihan, konsultasi.
(http://www.pdfdatabase.com/index.php?q...pengolahan+limbah+medis)





















MAPPING















BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sanitasi
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. (Notoadmojo, 2003)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sanitasi diartikan sebagai “pemeliharaan kesehatan”
Sedangkan pengertian sanitasi lingkungan menurut WHO yaitu upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik dan daya tahan tubuh manusia. Sanitasi sebagai pengawasan faktor dan lingkungan fisik manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap perkembangan jasmani.
Sanitasi adalah bagian dari sistem pembuangan air limbah, yang khususnya menyangkut pembuangan air kotor dari limbah rumah tangga, kantor, hotel, pertokoan (air buangan dari WC, air cucian, dan lain-lain). Selain berasal dari rumah tangga, limbah juga dapat berasal dari sisa-sisa proses industri, pertanian, perternakan, dan rumah sakit (sektor kesehatan). (Said, 1987:12)

2.2 Kriteria Sanitasi dan Hygiene
Hygiene merupakan ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan. Contoh kriteria untuk hygiene meliputi:
• Menjaga kebersihan pakaian secara periodic
• Menjaga kebersihan kuku (pendek dan tidak dicat) dan tangan
Menurut peraturan Menteri Kesehatan, kriteria sanitasi dan hygiene meliputi kriteria kesehatan lingkungan. Contohnya penyehatan lingkungan bangunan dan halaman Rumah Sakit. Kriterianya yaitu:
a. Lingkungan bangunan:
• Bebas rokok
• Bersih
• Tersedia sarana sanitasi yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas. Contohnya seperti mencegah perkembangbiakan hewan yang merugikan
• Lantai bersih, kedap air, dan mudah dibersihkan
• Pencahayaan: ruang-ruang harus diberi penerangan yang baik
• Ventilasi: suhu dan aliran kelembaban harus memberikan kenyamanan
• Tersedia fasilitas air minum dan air bersih
• Fasilitas toilet dan kamar mandi.
Tata laksana:
• Dibersihkan pagi dan sore
• Ruang pasien rutin dibersihkan
• Pembersihan debu agar tidak menyebar
• Percikan ludah, darah, dan lain-lain harus dibersihkan dengan antiseptik.
b. sanitasi hygiene makanan dan minuman
c. Pengelolaan limbah yang baik.

2.3 Pengolahan Limbah Medik
a. Limbah medis padat
1. Minimasi Limbah
• Reduksi limbah dimulai dari sumber
• Mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
• Pengelolaan bahan kimia dan farmasi
• Pengelolaan limbah medis dimulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan
2. Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali, dan daur ulang
• Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
• Limbah benda tajam darus dikumpulkan dalam suatu wadah yang anti bocor, anti rusak dan tidak mudah dibuka.
• Jarum dan syringes harus dipisahkan.
3. Pengumpulan, pengangkutan, dan penyimpanan di lingkungan rumah sakit
• Pengumpulan dari setiap ruangan dengan menggunakan troli khusus yang tertutup
• Penyimpanan pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
4. Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah sakit
• Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
• Menggunakan kendaraan khusus
5. Pengolahan dan pemusnahan
• Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
• Pengolahan dan pemusnahan disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan insenerator.

b. Limbah medis nonpadat
1. Pemilahan dan pewadahan
• Harus dipisahkan dari limbah padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam.
• Tempat pewadahan harus dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dalam lambang ”domestik” warna putih
2. Pengumpulan, penyimpanan, dan pengangkutan
• Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal 1 (satu) bulan sekali.
3. Pengolahan dan pemusnahan
• Pengolahan dan pemusnahan limbha padat nonmedis harus dilakukan sesuai dengan persyaratan kesehatan.


c. Limbah cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat
d. Limbah gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnahan limbah medis padat dengan insenerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.
Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan, pengelolaan limbah medis dapat dilakukan dengan cara:
• Minimasi
Dapat berupa pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali, daur ulang, pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, pengolahan, dan pemusnahan
• Pembakaran dengan insenerator
Tapi langkah ini dapat menghasilkan gas dioksin yang sangat berbahaya.
• Ozonisasi.
Berikut ini langkah-langkah untuk mengolah limbah medis:
• Minimasi
Dapat dilakukan dengan cara menyeleksi bahan-bahan yang akan dibeli dan mengurangi bahan-bahan yang dapat menjadi limbah.
• Pemilahan
Memilah masing-masing jenis limbah. Contoh: limbah infeksius, limbah pathogen, limbah radioaktif, dll.
• Pewadahan
Pilih wadah yang sesuai dengan jenis limbhanya.
• Pemusnahan dan pengolahan
Pemusnahan dan pengolahan masing-masing limbah berbeda caranya.
- limbah infeksius : harus disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave dan disinfektan
- limbah benda tajam : harus diolah dengan insenerator atau dengan kapsulisasi. Residu dapat dibuang ke tempat pembuangan akhir.
- limbah farmasi : dalam jumlah kecil dapat diolah dengan inseneratorpyrolitik, rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, langsung dibuang ke TPA atau sarana air limbah (inersisasi). Sedangkan dalam jumlah besar, limbah dikembalikan ke distributor, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.
- limbah sitotoksin : tidak boleh dibuang sembarangan, harus dikembalikan ke distributor, insenerasi dengan suhu tinggi (1200 C), insenerator harus dilengkapi dengan alat pembersih gas, degradasi kimia (rotary kiln) dengan cara menghilangkan nitrogen dan asam nitrogen.
- limbah kimiawi : harus dipisahkan berdasar komposisi. Contoh, limbah merkuri tidak boleh dibuang ke landfill dan diinsenerasi maupun dibakar.
- limbah radioaktif : harus dipilah dan dipisah dalam container.

2.4 Hubungan antara Pencemaran Lingkungan terhadap Kesgilut
Berdasarkan tingkat pencemaran:
• Mengakibatkan iritasi ringan pada pancaindera
• Pencemaran yang dapat menyebabkan reaksi dalam tubuh dan sakit
• Menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
Contoh bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan gigi dan mulut:
• Limbah Pb
Dapat menurunkan resistnsi jaringan periodontal sehingga memperccepat terjadinya penyakit periodontal.
• Merkuri
Ada dalam kandungan amalgam, sehingga sangat berbahaya. Jika bereaksi dengan alloy, akan terjadi proses amalgamasi berupa keracunan.
BAB IV
KESIMPULAN

Dari tutorial skenario 2 kali ini, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesehatan lingkungan rumah sakit adalah keadaan yang seimbang antara komponen-komponen dalam lingkungan di sekitar rumah sakit.
2. Komponen-komponen lingkungan rumah sakit yang mempengaruhi kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi sanitasi dan higine, pengelolaan instalasi limbah, serta masalah pencemaran lingkungan rumah sakit.
3. Sanitasi lingkungan adalah upaya pengendalian semua faktor fisik lingkungan manusia yang dapat menimbulkan kerugian bagi perkembangan fisik dan daya tahan tubuh manusia.
4. Higine adalah suatu upaya untuk menjaga, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan dsri faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan.
5. Pengelolaan instalasi limbah adalah suatu cara untuk mendaur ulang limbah yang berasal dari kegiatan manusia sehingga tidak mencemari lingkungan.
6. Pencemaran lingungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga mutu kualitas lingkungan turun sampa pada tingkat tertentu yang menyebebkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.










DAFTAR PUSTAKA

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10sanitasiRS083.pdf/10SanitasiRS083.html
http://www.shantybio.transdigit.com/?Biology_-
http://www.pdfdatabase.com/index.php?q...pengolahan+limbah+medis
http://www.ampl.or.id/detail/detail01.php?tp+artikel&jns...
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur:
• Imobilisasi yang tidak cukup
Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di imobilisasi.
Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan di dalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku nutuk atah tulang yang ditangani gips maupun traksi.
• Infeksi
Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat
Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.
• Interposisi
Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang
Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau karena tonus dan tarikan otot.
• Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
• Trauma local ekstensif
• Kehilangan tulang
• Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
• Keganasan local
• Penyakit tulang metabolic (mis; penyalit paget)
• Radiasi (nekrosis radiasi
• Nekrosis avaskuler
• fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendala
• Usia (lansia sembuh lebih lama)
• Kortikosteroid (menghambat kecepata perbaikan)
b.Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
• Imobilisasi fragmen tulang
• Kontak fragmen tulang maksimal
• Asupan darah yang memadai
• Nutrisi yang baik
• Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang
• Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic
• Potensial listrik pada patahan tulang

MANIFESTASI AIDS DIRONGGA MULUT

Manifestasi AIDS Dalam Rongga Mulut
aids juga bisa bermanifestasi lho dirongga mulut. dulu waktu ku kuliah OM ada dosenku yang bercerita kalo ternyata adanya sariawan yang tak kunjung sembuh bisa juga tanda2 AIDS lho...

Lesi mulut biasanya diitemukan pada penderita AIDS dan benar-benar dapat ditunjukkan sebagai gambaran dini dari penyakit ini. Penderita AIDS agaknya menampilkan semua gambaran yang timbul pada berbagai kelainan imunodefisiensi, dengan berbagai kekecualian berupa hairy leukoplakia dab sarcoma Kaposi.
Infeksi Jamur
Infeksi yang terjadi dengan spesies yang paling umum Candida Albicans meskipun spesies kandidayang lainnya dapat terlibat. Semua varietas kandidiasis mulut telah dilaporkan pada AIDS tetapi ternyata hiperplastik kronik dan juga jenis atropik lebih sering ditemukan dibanding dengan varietas jenis pseudomembran.
Lesi-lesi jamur lainnya dapat terjadi tetapi jarang (misalnya histoplasmosis dan kriptokokosis). Infeksi karena jamur (Oral Candidiasis)
Kandiasi nulut sejauh ini merupakan tanda di dalam mulut yang paling seringdijumpai baik pada penderita AIDS maupun AIDS related complex (ARC) danmerupakan tanda dari manifestasi klinis pada penderita kelompok resiko tinggipadalebih 59% kasus.Kandiasis mulut pada penderita AIDs dapat terlihat berupa oral thrush, acuteatrophic candidiasis, chronic hyperplastic candidiasis, dan stomatis angularis(Perleche).
Infeksi virus
Virus herpes simplex
Lesi-lesi herpes mulu yang berulang serinf ditemukan pada langit-langit ataupun gusi penderita AIDS, dimulai sebagai vesikula dengan rasa nyeri sampai tukak. Perlu diingat bahwa lesi-lesi herpes intra oral berulang adalah sangat tidak umum terjadi (tidak seperti herpes labialis berulang). Lesi-lesi orofasial yang disebabkan herpes zoster juga sudah dilaporkan tetapi agak jarang.
Virus Epstein-Barr
Hairy leukoplakia merupakan plak-plak putih yang menonjol, biasanya mengenai lidah dan secara klinik sama dengan kandidiasis hiperplastk kronik.bagaimanapun juga, jelas berhubungan dengan virus Epstein-Barr yang ditemukan pada sel-sel epitel. Lesi-lesi yang sama belum dilaporkan pada populasi umum.
Virus papiloma
Hal ini merupakan virus kutil biasa yang menyebabkan bercak-bercak tunggal atau multiple dalam mulut penderita AIDS.
Infeksi bakteri
Infeksi karena bakteri dapat berupa HIV necrotizing gingivitis maupun HIV
periodontitis.
a. HIV necrotizing gingivitis
HIV necrotizing gingivitis dapat dijumpai pada penderita AIDS maupunARC. Lesi ini dapat tersembunyi atau mendadak disertai pendarahan waktumenggosok gigi, rasa sakit dan halitosis.
Necrotizing gingivitis paling sering mengenai gingiva bagian anterior. Padasituasi ini, pabila interdental dan tepi gingiva akan tampak berwarna merah,bengkak, atau kuning keabu-abuan karena nekrosis, bakan sering terjadinecrotizing ulcrerative gingivitis yang parah dan penyakit periodontal yangprogresif sekalipun kebersihan mulut terjaga dengan baik dan walaupun telah
diberikan antibiotika.
b. HIV periodontitis
Penyakit periodontal yang berlangsung secara progresif mungkin merupakan indicator awal yang dapat ditemukan pada infeksi HIV. Dokter gigi seyogyanya mendiagnosa secara dini proses kerusakan tulang alveolar tersebut dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan adnya infeksi HIV. Hal ini disebabkan terutama oleh adanya fakta bahwa sejumlah penderita AIDS yang mengalami kerusakan tulang alveolar yang cepat.

Neoplasma
Sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS tampak sebagai penyakit
yang lebih ganas dan biasanya telah menyebar pada saat dilakukan diagnosa awal.
Kira-kira 40% penderita AIDS dengan sarcoma kaposi akn meninggal dalam waktu
kurang lebih satu tahun dan biasanya disertai dengan infeksi opotunistik yang lain
(misalnya pneumocystic carinii, jamur, virus, bakteri).
Manifestasi mulut sarcoma kaposi biasanya merupakan tanda awal AIDS dan
umumnya (50%) ditemukan dalam mulut pria homoseksual. Selain mulut, sarcoma
ini juga dapat ditemukan dikulit kepala dan leher. Sarkoma kaposi pada mulut
biasanya terlihat mula –mula sebagai macula, nodul dan plak yang datar atau
menonjol, biasanya berbewntuk lingkaran dan berwarna merah atau keunguan.
Terletak pada palatum dan besarnya dari hanya beberapa millimeter sampai
centimeter. Bentuknya tidak teratur, dapat tunggal atau multiple dan biasanya
asintomatik, sehingga baru disadari oleh pasien bila lesi sudah menjadi agak besar.
Kelainan lain didalam mulut
Kelainan-kelainan ini tidak diketahui sebabnya, dapat timbul berupa :
a. Stomatis aphtosa rekuren, terutama tipe mayor.
b. Ulkus nekrotik yang meluas sampai ke fausia.
c. Xerostomia
d. Pembesaran kelenjar parotis, terutama penderita AIDS anak-anak.
e. Idiophatic thrombocytopenia purpura.
f. Palsi wajah
g. Addisonian mucosal hyperpigmentation
h. Limfadenopati submandibula.
i. Hiperpigmentasi melanotik
j. Penyembuhan luka yang lama
k. Bayi yang lahir dengan infeksi AIDS dapat mengalami deformasi wajah


Gingivitis dan Periodontitis
Gingival mungkin menunjukkan perubahan-perubahan yang sama dengan gingivitis nekrotik ulseratif akut, kecuali semuanya ini mungkin tertutupi oleh periodontitis yang berkembang cepat. Kondisinya dapat menimbulkan rasa sakit dan berkaitan dengan hilangnya jaringan lunak dan tulang penyangga dengan cepat, yang berakhir dengan lepasnya gigi.

PENCEGAHAN PENULARAN AIDS UNTUK DOKTER GIGI

membayangkan jadi dokter gigi itu bahaya banged,untuk itu kita harus berhati-hati apalagi dengan AIDS.
Setelah gejala klinis dimulut diketahui, maka perlu diambil upaya pencegahan penyebaran penyakit ini melalui praktek dokter gigi, sebab ketakutan terkena infeksi AIDS telah melanda kalangan dokter gigi, pasien maupun perawat gigi. Sampai sekarang upaya pencegahan kontaminasi atau penularan infeksi HIV pada praktek dokter gigi masih dilakukan seperti upaya pencegahan infeksi silang lainnya.
Pada dasarnya tindakan pencegahan harus mencakup lima komponen penting yaitu penjaringan pasien, perlindungan diri, dekontaminasi peralatan, desinfeksi permukaaan lingkaran kerja dan penanganan limbah kllinik.

a. Penjaringan Pasien
Dalam hal ini harus disadari bahwa tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat terjaring dengan rekam medik sehingga system penjaringan pasien tidak menjamin sepenuhnya pencegahan penularan penyakit. Konsep Universal precaution pertama kali dianjurkan oleh Centers For disease Control (CDC) pada tahun 1987 yaitu mempermalukan semua pasien seolah-olah mereka terinfeksi HIV.
b. Perlindungan diri
Perlindungan diri meliputi cuci tangan, pemakaian sarung tangan, cadar, kaca mata, dan mantel kerja. Prosedur cuci tangan dilakukan dengan sabun antiseptik di bawah air mengalir. Persyaratan yang harus dipenuhi sarung tangan adalah bdasar tidak mengiritasi tangan, tahan bocor, dan memberikan kepekaan yang tinggi bagi pemakainya. Cadar berfungsi untuk melindungi mukosa hidung dan kontaminasi percikan saliva dan darah pada mata karena conjunctiva mata merupakan salah satu port entry sebagian besar infeksi virus. Sedangkan mantel kerja dianjurkan digunakan sewaktu melayani pasien yang setiap saat terkancing baik.
c. Dekontaminasi Peralatan
Dekontaminasi adalah suatu istilah umum yang meliputi segala metode pembersihan, desenfeksi dan sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan pencemaran mikroorganisme yang melekat pada peralatan medis sedemikian rupa sehingga tidak berbahaya. Metode dekontaminasi yang utama adalah penguapan dibawah tekana (autklav), pemanasan kering (oven udara panas), air mendidih dan desinfektan kimia dengan menggunakan hipoklorit atau glutaraldehid 2%.
d. Desinfeksi permukaan lingkungan kerja
Setiap permukaan yang dijamah oleh tangan operator harus disterilkan (misalnya instrumen) atau desinfeksi (misalnya meja kerja, kaca pengaduk, tombol-tombol atau pegangan laci dan lampu). Meja kerja, tombol-tombol, selang as[pirator, tabung, botol material dan pegangan lampu unit harus diulas dengan klorheksidin 0,5% dalam alcohol atau hipoklorit 1000 bagian perjuta (bpj) dari klorida yang tersedia, dalam setiap sesi atau setiap pergantian pasien. Piston harus dicuci dan debris dari pelastik penyaring dibersihkan setiap selesai satu pasien. Selang aspirator sebaiknya memakai yang sekali pakai. Bila ada noda darah, cairan tubuh atau nanah, permukaan harus didesinfeksidengan larutan hipoklorit yang mengandung 10.000 bjp dari klorida yang tersedia dan kemudian dibersihkan dengan lap sekali pakai. Larutan harus dibiarkan pada permukaan yang akan dibersihkan minimal selama tiga menit, kemudian larutan tersebut dilap, serta permukaan permukaan tersebut dibilas dan dikeringkan.
Posisi operator tertentu didalam melakukan tindakan perawatan gigi, juga mempunyai rwesiko kontaminasi dari mulut pasien ke operator. Penelitian di Universitas Bologna, Itali membuktikan bahwa resiko terbesar bagi operator bila ia bekerja pada posisi kanan penderita diposisi jam 9.
e. Penanganan limbah klinik
Yang dimaksud dengan limbah klinik adlah semua bahan yang menular atau kemungkinan besar menular atau zat-zat yang berbahaya yang berasal dari lingkungan kedokteran dan kedokteran gigi. Sampah ini dikumpulkan untuk dibakar, atau ditanam untuk jenis tertentiu. Limbah klinik seperti jarum dikumpulkan didalam wadah plastik berwarna kuninguntuk dibakar dan jenis limbah tertentu dikumpulkan untuk ditanam. Sebaiknya jarum suntik disposible setelah dipakai langsung dibuang dalam wadah tanpa memasang kembali penutup jarum, hal ini untuk menghindari tertusuknya tangan oleh jarum tersebut.

Limbah darah, adalah yang paling potensial mengandung HIV, maka bila ada limbah darah misalnya kapas dengan darah, ekstraksi jaringan atau gigi jatuh ke lantai ambillah limbah tersebut dengan mengggunakan sarung tangan, dibersihkan dengan lap atau tissue kertas kemudian lap atau tissuedan daerah tumpahan dituangkan larutan hipoklorit 10.000 bpj. Setelah 10 menit atau lebih, bilas tempat tersebut

KONSERVASI GIGI

Tujuan Intruksional Khusus:
Setelah mengikuti kuliah mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan sebab-sebab penyakit pulpa
2. Menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit pulpa
3. Menjelaskan klasifikasi penyakit pulpa
4. Menjelaskan gejala klinis dan histopatologis penyakit pulpa
5. Menjelaskan rencana perawatan penyakit pulpa

Pokok Bahasan:
I. Pendahuluan
II. Penyakit Jaringan Pulpa:
II.1. Faktor-faktor penyebab penyakit pulpa
II.2. Mekanisme terjadinya inflamasi pulpa
II.3. Klasifikasi penyakit pulpa
II.4. Pulpitis Reversibel
II.5. Pulpitis Irreversibel
II.5.1. Pulpitis Kronis Hiperplastik
II.5.2. Resorpsi Internal
II.6. Degeneratif Pulpa
II.7. Nekrosis Pulpa











I. PENDAHULUAN

Telah diketahui bahwa secara histologis jaringan pulpa mempunyai fungsi induktif, formatif, nutritif, defensif dan sensatif. Adapun pengertian dari masing-masing fungsi tersebut adalah:
- Fungsi Induksif: yaitu pulpa berpartisipasi dalam induksi dan pengembangan odontoblas dan dentin. Bila ini terbentuk maka menginduksi pembentukan enamel.
- Fungsi Formatif: yaitu fungsi odontoblas yang khusus dalam pembentukan dentin
- Fungsi Nutritif: yaitu mensuplai nutrisi dalam rangka pembentukan dentin lewat tubulus dentin.
- Fungsi Defensif: oleh odontoblas akan mempengaruhi dentin terhadap rangsangan dan oleh sel-sel radang yang memiliki imunokompeten terhadap respon radang dan imunologik
- Fungsi Sensatif: yaitu melalui sistem saraf mengirim rangsangan ke SSP yang manifestasinya berupa rasa nyeri.

Salah satu fungsi utama jaringan pulpa adalah formatif yang diperankan oleh odontoblas untuk membentuk dentin primer, sekunder maupun dentin reparatif. Dentin primer terbentuk di saat gigi dalam pertumbuhan, dentin sekunder terbentuk setelah gigi erupsi, sedangkan dentin tersier atau reparatif dibentuk sebagai repons terhadap rangsangan.
Jaringan pulpa mudah merespon dengan adanya rangsangan, baik rangsangan fisis, kimia maupun bakteri. Jaringan pulpa membentuk dentin reparatif sebagai respon, selain itu juga menimbulkan rasa nyeri yang merupakan sinyal sebagai tanda bahwa jaringan pulpa dalam keadaan terancam. Oleh karena adanya hubungan timbal balik antara jaringan pulpa dan periapikal, maka jaringan pulpa yang mengalami keradangan dan tidak dirawat atau perawatannya kurang baik maka penyakit pulpa dapat menjalar ke daerah periapikal.
Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab, klasifikasi dan mekanisme penyakit pulpa, yang sangat diperlukan untuk menentukan rencana perawatan saluran akar yang akan dilakukan.



II. PENYAKIT JARINGAN PULPA
II.1. Faktor-faktor penyebab penyakit pulpa
Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit pulpa dapat dikelompokkan sebagai berikut:
II.1.1. Fisis
A. Mekanis
1. Trauma
a. Kecelakaan (olah raga kontak)
b. Prosedur gigi iatrogenik (pemasangan alat ortho pada gigi, preparasi gigi atau
mahkota, dan lain-lain)
2. Pemakaian patologik (atrisi, abrasi, dll)
3. Retak melalui badan gigi (sindroma gigi retak)
4. Perubahan barometrik (barodontalgia)
B. Termal
1. Panas berasal dari preparasi kavitas pada kecepatan rendah atau tinggi
2. Panas eksotermik karena menjadi kerasnya (setting) semen.
3. Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang dalam tanpa suatu bahan dasar protektif
4. Panas friksional (pergesekan) yang disebabkan oleh pemolesan restorasi
C. Listrik (arus galavanik dari tumpatan metalik yang tidak sama)

II.1.2. Kimiawi
A. Asam fosfat, monomer akrilik, dll
B. Erosi (asam)

II.1.3. Bakterial
A. Toksin yang berhubungan dengan karies
B. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma
C. Kolonisasi mikrobial di dalam pulpa oleh mikro organisme blood–bone (anakerosis)



II.2. Mekanisme Terjadinya Inflamasi Pulpa
Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman). Namun kebanyakan inflamasi pulpa disebabkan oleh kuman dan merupakan kelanjutan proses karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi dapat bersifat lokal dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa.

Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies yaitu:
1. Penurunan permebilitas dentin
2. Pembentukan dentin reparatif
3. Reaksi inflamasi secara respons immunologik

Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis. Radang adalah merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah, syaraf dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma.

II.3. Klasifikasi Penyakit Pulpa
Kalsifikasi penyakit pulpa telah banyak dibuat dan beberapa kali mengalami penyempurnaan, dengan tujuan untuk memudahkan dalam menentukan rencana perawatan secara tepat sehingga didapatkan hasil perawatan yang optimal.

Klasifikasi Menurut Grossman (1988) sebagai berikut:
I. Pulpitis (inflamasi)
A. Reversibel
1. Dengan gejala/simtomatik (akut)
2. Tanpa gejala/asimtomatik (kronis)


B. Irreversibel
1. Akut
a. Luar biasa responsif terhadap dingin
b. Luar biasa responsif terhadap panas
2. Kronis
a. Tanpa gejala dengan terbukanya pulpa
b. Pulpitis hiperplastik
c. Resorpsi internal

II. Degenerasi pulpa
A. Mengapur (kalsifikasi)/diagnosis radiografik
B. Lain-lain (diagnosa histopatologik)

III. Nekrosis pulpa
Pada pembagian terdahulu klasifikasi Grossman (1981) masih didapatkan adanya hiperemia pulpa sebelum infeksi menjalar lebih lanjut ke arah pulpitis, tetapi hal ini telah diperbaharui oleh Grossman di tahun 1988 seperti klasifikasi tersebut di atas.
Perlu diketahui bahwa pada kasus hiperemia pulpa didapatkan adanya jumlah volume aliran darah ke pulpa yang cukup banyak tetapi belum terjadi radang, sebenarnya pada keadaan ini sudah mengalami radang hal ini ditandai dengan adanya perubahan pada pembuluh darah dengan terjadinya peningkatan permiabilitas dan juga oleh peran mediator kimia. Sejak lapisan enamel mengalami cedera sampai dentin, telah terjadi perubahan pada jaringan pulpa berupa proses radang yang diawali dengan vasodilatasi pembuluh darah.
Pengelompokkan penyakit pulpa menurut Walton (1998) agak sedikit berbeda, yaitu sebagai berikut:
1. Pulpitis reversibel
2. Pulpitis Irreversibel
3. Pulpitis hiperplastik
4. Nekrosis pulpa


II.4. Pulpitis Reversibel
Definisi pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa yang sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang segera setelah jejas dihilangkan. Pulpitis reversibel yang disebabkan oleh jejas ringan contohnya erosi servikal atau atrisi oklusal, fraktur email.
Pulpitis reversibel dapat disebabkan oleh apa saja yang mampu melukai pulpa, antara lain: trauma, misalnya dari suatu pukulan atau hubungan oklusal yang terganggu; syok termal, seperti yang timbul saat preparasi kavitas dengan bur yang tumpul, atau membiarkan bur terlalu lama berkontak dengan gigi atau panas yang berlebihan saat memoles tumpatan; dehidrasi kavitas dengan alkohol atau kloroform yang berlebihan, atau rangsangan pada leher gigi yang dentinnya terbuka, adanya bakteri dari karies.
Kadang-kadang setelah insersi suatu restorasi, pasien sering mengeluh tentang sensitivitas ringan terhadap permukaan temperatur, terutama dingin. Hal ini dapat berlangsung dua sampai tiga hari atau satu minggu, tetapi berangsur-angsur akan hilang. Sensitivitas ini adalah gejala pulpitis reversibel. Rangsangan tersebut di atas dapat menyebabkan hiperemia atau inflamasi ringan pada pulpa sehingga menghasilkan dentin sekunder, bila rangsangan cukup ringan atau bila pulpa cukup kuat untuk melindungi diri sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya pulpitis reversibel bisa karena trauma yaitu apa saja yang dapat melukai pulpa. Seperti telah diterangkan di atas bahwa sejak lapisan terluar gigi terluka sudah dapat menyebabkan perubahan pada pulpa.
Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan atau minuman dingin daripada panas, tidak timbul secara spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulpitis reversibel dan irreversibel adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis irreversibel adalah lebih parah dan beralngsung lebih lama.
Pada pulpitis reversibel penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan irreversibel rasa sakit dapat datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis reversibel asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik.
Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan hingga sedang terbatas pada daerah dimana tubuli dentin terlibat. Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah dan adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol dapat dilihat juga sel inflamasi akut.
Pulpitis reversibel yang simtomatik, seacara klinik ditandai dengan gejala sensitif dan rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa sakit bila kemasukan makanan, terutama makanan dan minuman dingin. Rasa sakit hilang apabila rangsangan dihilangkan, rasa sakit yang timbul tidak secara spontan.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis reversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa sakit / nyeri sebentar, dan hilang setelah rangsangan dihilangkan
- Gejala Subyektif: ditemukan lokasi nyeri lokal (setempat), rasa linu timbul bila ada rangsangan, durasi nyeri sebentar.
- Gejala Obyektif: kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadang-kadang mencapai selapis tipis dentin), perkusi, tekanan tidak sakit.
- Tes vitalitas: gigi masih vital
- Terapi: jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies porfunda perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu kemudian tidak ada keluhan dapat langsung dilakukan penumpatan.

Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan periodik untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas meluas, desensitisasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan, dan perhatian pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis lebih lanjut. Bila dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup, begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk memastikan bahwa tidak terjadi nekrosis. Apabila rasa sakit tetap ada walaupun telah dilakukan perawatan yang

tepat, maka inflamasi pulpa dianggap sebagai pulpitis irreversibel, yang perawatannya adalah eksterpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi.
Prognosa untuk pulpa adalah baik, bila iritasi diambil cukup dini, kalau tidak kondisinya dapat berkembang menjadi pulpitis irreversibel.

II.5. Pulpitis Irreversibel
Definisi pulpitis irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal.
Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan.
Pulpitis irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari karies, jadi sudah ada keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun bisa juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia, termal, dan mekanis. Pulpitis irreversibel bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis reversibel yang tidak dilakukan perawatan dengan baik.
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.
Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya terdapat pembukaan sedikit, atau kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies lunak seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena masuknya makanan ke dalam pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan biasanya tidak tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah pembukaan atau draenase pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang sama sekali. Rasa sakit dapat kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas atau masuk di bawah tumpatan yang bocor.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis ireversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar
- Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit), nyeri lama sampai berjam-jam.
- Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan tekan kadang-kadang ada keluhan.
- Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan vital.
- Terapi: pulpektomi

Dengan pemeriksaan histopatologik terlihat tanda-tanda inflamasi kronis dan akut. Terjadi perubahan berupa sel-sel nekrotik yang dapat menarik sel-sel radang terutama leukosit polimorfonuklear dengan adanya kemotaksis dan terjadi radang akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear pada daerah nekrosis dan leukosit mati serta membentuk eksudat atau nanah. Tampak pula sel-sel radang kronis seperti sel plasma, limfosit dan makrofag.
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa koronal atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi.
Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi endodontik dan restorasi yang tepat.




II.5.1. Pulpitis Kronis Hiperplastik (Pulpa Polip)
Pulpitis kronis hiperplastik atau pulpa polip adalah suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang besar pada pulpa muda. Pada pemeriksaan klinis terlihat adanya pertumbuhan jaringan granulasi dalam kavitas yang besar. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.
Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif merupakan penyebanya. Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu kavitas besar yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang kronis misalnya tekanan dari pengunyahan.
Pada pulpitis hiperplastik kronis tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi bila tekanan bolus makanan menyebabkan rasa yang tidak menyenangkan. Pada polip ini dapat ditemukan melalui pemeriksaan klinik tetapi perlu dipastikan melalui pemeriksaan radiologi untuk melihat tangkai dari polip, berasal dari ruang pulpa,perforasi bifurkasi atau gingiva. Warna pulpa polip agak kemerahan mudah berdarah dan sensitif bila disentuh. Sedangkan warna gingiva polip lebih pucat dan biasanya timbul pada karies besar yang mengenai proksimal (kavitas kelas II). Polip berasal dari perforasi bifurkasi terdiri dari jaringan ikat, biasanya giginya sudah mati, kalau pada pulpa polip giginya masih hidup (vital).
Pada pemeriksaan histopatologi terlihat pertumbuhan jaringan granulasi berupa pulpa polip yang permukaannya ditutup oleh lapisan epithelium skuamus yang bertingkat-tingkat. Jaringan granulasi ini merupakan jaringan penghubung vaskuler, berisi polimorfonuklear, limfosit dan sel plasma.
Usaha perawatan harus ditunjukkan pada pembuangan jaringan polipoid diikuti oleh eksterpasi pulpa, jika masa pulpa hiperplastik telah diambil dengan kuret periodontal atau eksavator sendok, perdarahan biasanya banyak dan dapat dikendalikan dengan tekanan. Kemudian jaringan yang terdapat pada kamar pulpa diambil seluruhnya, dan atau dressing formonukresol ditempatkan berkontak dengan jaringan pulpa. Hal terbaik yang dapat dilakukan setelah pulpa polip terambil adalah dengan pulpectomy yaitu prosedur pengambilan jaringan pulpa secara menyeluruh dalam satu kali kunjungan (one visit).
Harapan bagi pulpa tidak baik, tetapi prognosis gigi baik setelah perawatan endodontik dan restorasi yang memadai.

II.5.2. Resorpsi Internal
Resorpsi internal adalah suatu proses idiopatik progresif resorptif yang lambat atau cepat yang timbul pada dentin kamar pulpa atau saluran akar gigi.
Penyebab resorpsi internal masih belum diketahui secara pasti, namun seringkali penderita mempunyai riwayat trauma. Ada yang beranggapan bahwa resorpsi internal dapat terjadi sebagai akibat inflamasi pulpa.
Resorpsi internal pada akar gigi adalah asimtomatik. Pada mahkota gigi, resorpsi internal dapat terlihat sebagai daerah yang kemerah-merahan disebut ”bintik merah muda” (”pink spot”). Daerah kemerah-merahan ini menggambarkan jaringan granulasi yang terlihat melalui daerah mahkota yang teresorpsi.
Pada pemeriksaan histipatologi, tidak seperti karies, resorpsi internal adalah hasil aktivitas osteoklastik. Ciri proses resorpsi adalah lakuna yang mungkin terisi oleh jaringan osteoid. Jaringan osteoid dapat dianggap sebagai usaha perbaikan. Adanya jaringan granulasi menyebabkan perdarahan banyak bila pulpa diambil. Dijumpai sel-sel raksasa bernukleus banyak atau dentinoklas. Pulpa biasanya menderita inflamasi kronis. Kadang-kadang terjadi metaplasia pulpa yaitu transformasi ke jenis jaringan lain seperti tulang atau sementum.
Perawatan yang dapat dilakukan pada kasus resorpsi internal adalah eksterpasi pulpa untuk menghentikan proses resorpsi internalnya. Diindikasikan perawatan endodontik rutin, tetapi obturasi kerusakan memerlukan suatu bahan khusus, lebih diutamakan dengan cara guta-percha. Pada kebanyakan pasien, resorpsi internal berkembang tanpa terlihat karena tidak menimbulkan rasa sakit, sampai akar berlubang. Dalama kasus seperti ini, pasta kalsium hidroksida dimampatkan pada saluran akar dan diperbaharui secara periodik sampai kerusakan menjadi baik. Perbaikan selesai bila terjadi rintangan atau karies mengapur, baru kemudian diisi dengan gutta-percha.
Prognosis adalah terbaik sebelum terjadi perforasi akar atau mahkota. Jika telah terjadi perforasi akar-mahkota, prognosisnya berhati-hati dan tergantung pada terbentuknya rintangan mengapur atau pembukaan ke perforasi yang memungkinkan perbaikan secara bedah.


II.6. Degenerasi Pulpa
Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu diikutkan pada suatu deskripsi penyakit pulpa. Degenerasi pulpa pada umunya ditemui pada penderita usia lanjut yang dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten. Kadang-kadang dapat juga ditemukan pada penderita muda seperti pengapuran. Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis yang nyata. Gigi tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal tehadap tes listrik dan tes termal. Ada beberapa macam degenerasi pulpa yaitu degenerasi kalsifik, degenerasi atrofik, degenerasi fibrous.
Degenerasi kalsifik ditandai dengan perubahan sebagian jaringan pulpa digantikan oleh bahan mengapur, yaitu terbentuk batu pulpa (dentikel), yang biasanya disebut sebagai pulpa stone. Kalsifikasi ini dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa. Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti kulit bawang dan terletak tidak terikat di dalam kamar pulpa. Diduga bahwa batu pulpa dijumpai pada lebih dari 60% gigi penderita usia lanjut. Pada beberapa pasien batu pulpa terkadang menimbulkan rasa sakit yang menyebar (refered pain), dan dicurigai sebagai fokus infeksi oleh beberapa klinisi.
Degenerasi atrofik, tidak ada diagnosis kliniknya, pada jenis degenerasi ini sering terjadi pada penderita usia lanjut. Secara histopatologis dijumpai lebih sedikit sel-sel skelat, dan cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada normal. Yang disebut ”atrofi retikuler” adalah suatu artifiak (artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa. Biasanya terlihat saluran akarnya sempit dan seringkali menyulitkan bila dilakukan perawatan saluran akar.
Degenerasi fibrous, bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen selular oleh jaringan penghubung fibrus. Dapat terlihat jelas pada saat pengambilan jaringan pulpa berupa jaringan keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam diagnosa klinik.




II.7. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada apakah sebagian atau seluruh pulpa yang terlibat. Nekrosis, meskipun suatu inflamasi dapat juga terjadi setelah jejas traumatik yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi. Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuefaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau dirubah menjadi bahan solid. Pengejuan adalah suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak, suatu cairan atau debris amorfus.
Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh jejas yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma dan iritasi kimiawi. Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan gejala rasa sakit. Sering adanya perubahan warna pada gigi keabu-abuan/kecoklat-coklatan adalah indikasi pertama bahwa pulpa mati.
Pada pemeriksaan histopatologis tampak debris seluler dan mikroorganisme mungkin terlihat di dalam kavitas pulpa. Jaringan periapikal mungkin normal atau menunjukkan sedikit inflamasi yang dijumpai pada ligamen periodontal.
Perawatan yang perlu dilakukan adalah preparasi dan obturasi saluran akar. Prognosis bagi gigi baik, apabila dilakukan terapi endodontik yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger.
2. Walton and Torabinajed. 1996. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. JakarTA : EGC

Eksodonsia

KELOMPOK TUTORIAL 6 FKG UNEJ 2008 PRESENTS
Trias Leonita (081610101092)
Falefhi Rizqia (081610101093)
Ranti Safira (081610101097)
Dinda Catur Pangestu (081610101048)
Ulil Rachima P. (081610101054)
Nur Baiti M. (081610101062)
Idwan Tunggal S. (081610101006)
Sukma Surya Putri (081610101065)
Erni Kartikasari (081610101073)
Annisa Fivemy Agti (081610101079)
Hidayat Purwanto (081610101080)
Wildhan Septianda (081610101081)
Sayyidatu Alwiyah (081610101089)
Dian Rosita Rahman (081610101104)
Rizki Wahyu R. (081610101106)

LAPORAN SKENARIO EksoDonsia
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ANASTESI LOKAL
3.1.1 Klasifikasi Teknik Anestesi Lokal
Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat dibedakan menjadi :
1. Nerve Block
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama, sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve block.
2. Field Block
Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari tempat injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak seluas pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang atas.
3. Lokal infiltrasi
Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi jaringan lunak.


4. Topikal anesthesia
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi pada permukaan mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada ujung-ujung saraf bebas (free nerve endings). Anestesi topikal dapat digunakan pada tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum.
Berdasarkan tepat insersi jarum, teknik injeksi anestesi lokal dapat dibedakan menjadi:
1. Submucosal injection
Jarum diinsersikan dan cairan anestesi dideponir ke dalam jaringan di bawah mukosa sehingga larutan anestesi mengadakan difusi pada tempat tersebut.
2. Paraperiosteal injection
Jarum diinsersikan sampai mendekati atau menyentuh periosteum, dan setelah diinjeksikan larutan anestesi mengadakan difusi menembus periosteum dan porositas tulang alveolar.
3. Intraosseous injection
Injeksi dilakukan ke dalam struktur tulang, setelah terlebih dahulu dibuat suatu jalan masuk dengan bantuan bur.
4. Interseptal injection
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik intraosseous, dimana jarum disuntikkan ke dalam tulang alveolar bagian interseptal diantara kedua gigi yang akan dianestesi. Teknik ini biasanya dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan injeksi intraosseous.


5. Intraperiodontal injection
Jarum diinjeksikan langsung pada periodontal membran dari akar gigi yang bersangkutan.
6. Pappilary Injection
Teknik ini sebenarnya termasuk teknik submukosa yang dilakukan pada papila interdental yang melekat dengan periosteum. Teknik ini diindikasikan terutama pada gingivectomy, yang memerlukan baik efek anestesi maupun efek hemostatis dari obat anestesi.
Anestesi lokal pada rahang atas dapat dilakukan dengan beberapa teknik injeksi diantaranya :
1. Lokal infiltration (submucous injection)
2. Field block (araperiosteal injection)
3. Anterior superior alveolar nerve block (paraperiosteal injection)
4. Middle superior alveolar nerve block (paraperiosteal injection)
5. Posterior superior alveolar nerve block
6. Infra orbital nerve block
7. Nasopalatine nerve block
8. Anterior palatine nerve block



3.1.2 Teknik Anastesi Blok
1. Teknik-teknik anastesi blok pada maksila :
a. Injeksi Zigomatik
Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus venosus pterygoideus.
Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal molar pertama atas. Karena itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua. Untuk ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major.
b. Injeksi Infraorbital
Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Foramen ini terletak tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis vertikal yang menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangan dirubah dan tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk kedalam foramen infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.
Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median, dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada titik refleksi tertinggi dari membran mukosa antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara ini, jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.
Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi pemula sebaiknya mengukur dulu jarak dariforamen infraorbitale ke ujung tonjol bukal gigi premolar ke dua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila ditransfer pada siringe jarak tersebut sampai pada titik perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada waktu jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada foramen infraorbitale jika garis batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa dirasakan. (3)
c. Injeksi N. Nasopalatinus
Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis palatina anterior. Walaupun anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Meskipun demikian bila diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi palatuna sebagian pada daerah kuspid dengan maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang.


d. Injeksi Nervus Palatinus Major
Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.
Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus (foramen palatinum posterior) yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi bersangkutan.
e. Injeksi Sebagian Nervus Palatinus
Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.
Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk prosedur dentistry operatif pada regio premolar atau molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan n.palatinus major.



2. Teknik-teknik anastesi blok pada mandibula :
a. Anestesi blok n.mentalis
Nervus mentalis merupakan cabang dari N.Alveolaris Inferior yang berupa cabang sensoris yang berjalan keluar melalui foramen mentale untuk menginervasi kulit dagu, kulit dan membrana mukosa labium oris inferior.
Teknik Anestesi Blok N.Mentalis
Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di dekat salah satu apeks akar gigi premolar tersebut.
Ketika blok nervus maxilaris atau alveolaris inferior sukses, maka tidak perlu dilakukan injeksi. Jarum pendek yang berukuran 25 gauge dimasukkan (setelah jaringan yang akan dipreparasi diberikan antiseptik) dalam mucobuccal fold di dekat foramen mentale dengan bevel di arahkan ke tulang. Foramen dapat diraba atau dapat terlihat dengan menggunakan sinar x dan biasanya berada di antara gigi premolar. Pasien mungkin saja merasakan sakit ketika nervus telah teraba pada foramen.5 Lakukan penembusan jaringan dengan kedalaman 5 mm, lakukan aspirasi dan injeksikan anestetikum sebanyak 0,6 cc. Teknik ini menyebabkan efek anestesi pada jaringan buccal bagian anterior di depan foramen, bibir bagian bawah, dan dagu.
Tariklah pipi ke arah bukal dari gigi premolar. Masukkan jarum ke dalam membrana mukosa di antara kedua gigi premolar kurang lebih 10 mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi syringe membentuk sudut 45¬¬¬0 terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang. Kurang lebih ½ cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar kemudian ujung jarum digerakkan tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen, dan deponirkan kembali ½ cc anestetikum dengan hati-hati.
Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum tetap membentuk sudut 45o terhadap permukaan bukal mandibula untuk menghindari melesetnya jarum ke balik periosteum dan untuk memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen.
Injeksi ini dapat menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersitumpang dari sisi yang lain juga harus di blok. Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.
b. Teknik Anestesi Blok N. Bucalis
Teknik Injeksi N.Buccalis
Nervus buccal tidak dapat dianestesi dengan menggunakan teknik anaestesi blok nervus alveolaris inferior. Nervus buccal menginervasi jaringan dan buccal periosteum sampai ke molar, jadi jika jaringan halus tersebut diberikan perawatan, maka harus dilakukan injeksi nervus buccal. Injeksi tambahan tidak perlu dilakukan ketika melakukan pengobatan untuk satu gigi. Jarum panjang dengan ukuran 25 gauge digunakan (karena injeksi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan injeksi blok nervus alveolaris inferior, jadi jarum yang sama dapat digunakan setelah anestetikum terisi). Jarum disuntikan pada membran mukosa bagian disto bucal sampai pada molar terakhir dengan bevel menghadap ke arah tulang setelah jaringan telah diolesi dengan antiseptik. Jika jaringan tertarik kencang, pasien lebih merasa nyaman. Masukkan jarum 2 atau 4 mm secara perlahan-lahan dan lakukan aspirasi.4 Setelah melakukan aspirasi dan hasilnya negatif, maka depositkan anestetikum sebanyak 2 cc secara perlahan-lahan.
Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan gigi molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus mandibulae, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahan-lahan seperti pada waktu memasukkan jarum melalui jaringan.
Pasien harus berada dalam posisi semisupine. Operator yang menggunakan tangan kanan berada dalam posisi searah dengan jarum jam delapan sedangkan operator yang kidal berada pada posisi searah dengan jarum jam empat.
Injeksi ini menganestesi jaringan bukal pada area molar bawah. Bersama dengan injeksi lingual, jika diindikasikan, dapat melengkapi blok n.alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi. In jeksi ini tidak selalu diindikasikan dalam pembuatan preparasi kavitas kecuali jika kavitas bukal dibuat sampai di bawah tepi gingival.

3.1.3 Instrumen Untuk Anastesi Lokal
A. Syringe Anastesi (Syringe, Cartridge)
Syringe obat bius (gambar 1-15) dirancang untuk mendukung dan mengusir solusi anestesi dari tabung kaca komersial yang disusun disebut carpuletm. (nama merek dagang, carpule). Jarum cartridge yang tersedia untuk anestesi lokal memiliki cincin yang menangani ibu jari pada akhir luar dan tombak pada akhir cartridge dari plunger. Seruit ini dirancang untuk melibatkan plunger karet penyumbat cartridge. Cincin-ibu jari digunakan untuk menarik kembali plunger serta menentukan apakah jarum telah menembus pembuluh darah. Prosedur ini disebut "aspirating" dan syringenya adalah syringe aspirating.


Gambar 2. Syringe anastesi (aspirating).
B. Disposable Needles (Needles, Disposable)
Jarum sekali pakai dikemas untuk menjaganya dalam kondisi steril. Setelah digunakan, jarum akan dibuang. Jarum ini melekat pada syringe yang dihubungkan oleh plastic-hub yang merupakan bagian dari jarum sekali pakai. Umumnya jarum tersedia dalam ukuran 13/16 inci dan 1 3 / 8 inci.
Jarum sekali pakai selalu steril, selalu tajam, dan cenderung mudah patah daripada yang lain jarum. Jarum hipodermik harus dibuang agar tidak dapat melukai operator maupun menguhindari kejadianlain yang tidak diinginkan.

3.1.4 Persiapan Instrument Anastesi
A. Sterilisasi Instrumen
Seperti dalam pemeriksaan dasar, anestesi juga memerlukan persiapan tertentu. Salah satu instrumen dalam persiapan yang selalu membutuhkan, yaitu penyterilan syringe. Item lainnya disterilisasi oleh produsen dan dikemas dalam kondisi steril.
B. Anastesi Topical
Item pertama saat persiapan adalah topikal xylocaine. Anastesi ini diproduksi dalam bentuk jelly atau salep. Hal ini paling sering digunakan untuk menganastesi daerah tempat suntikan yang sebenarnya harus dilakukan. Dua kasa 1-2 inci atau cotton tip aplicator akan diperlukan bila menggunakan topikal xylocaine. Sejumlah kecil ditempatkan pada aplikator dan diaplikasikan di atas area yang akan disuntikkan. Tujuan anestesi topikal adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan pada pasien selama injeksi berlangsung.
C. Syringe.
Syringe (sisi-loading jarum suntik cartridge) adalah satu-satunya item dalam persiapan yang memerlukan penyterilan setelah digunakan pada setiap pasien. Syringe ini digunakan untuk mengaplikasikan anestesi lokal. Jarum syringe merupakan jenis sekali pakai. Panjang dan jarum gauge yang digunakan akan bervariasi, tergantung kebutuhan operator. Operator akan menangani dua jarum yang berbeda: sebuah infiltrasi dan jarum konduktif. Jarum infiltrasi memiliki panjang 13/16 inci dan digunakan untuk injeksi maksilaris, untuk membius daerah kecil sekitar dua hingga tiga gigi. Sedangkan, jarum konduktif memiliki panjang 1 3 / 8 inci panjang. Injeksi blok dibuat dengan menggunakan jarum tersebut, anastesi daerah menyeluruh.
D. Anastesi Lokal.
Saat ini, dua jenis obat bius lokal yang banyak tersedia, yaitu lidokain hidroklorida (xylocaine) dengan epinefrin (1:50.000 hingga 1:100.000) dan mepivacaine hidroklorida (carbocaine) tanpa epinefrin. Jenis ini dapat diidentifikasi dengan warna tutup dan dengan warna wadah. Sebagai contoh: lidokain hidroklorida dengan epinefrin (1:50.000), ditandai dengan tutup hijau dan garis hijau di wadah; lidokain hidroklorida dengan epinephrine (1:100.000) memiliki tutup merah dan bergaris-garis merah; dan hidroklorida mepivacaine memiliki tutup putih dan wadah cokelat. Epinefrin adalah faktor pengendali untuk berapa lama anestesi akan berlangsung. Penambahan epinefrin mengakibatkan semakin lama daerah tersebut akan teranastesi. Epinefrin adalah vasokonstriktor yang menyebabkan jaringan di sekitar kapiler membengkak, sehingga akan mengkonstriksi kapiler dan memperlambat aliran darah. Aliran darah yang menurun menyebabkan lambatnya difusi anastesi di seluruh tubuh, sehingga memperpanjang aksinya. Hal ini juga dapat membantu dalam mengontrol pendarahan.
E. Aspirasi
Perakitan dan penggunaan syringe aspirasi cukup sederhana. Syringe ini dilengkapi dengan perangkat yang memungkinkan operator untuk menentukan apakah operator telah menginjeksi ke dalam aliran darah. Penginjeksian agen ke dalam sistem peredaran darah dapat menimbulkan gejala yang tidak diinginkan atau kematian. Perhatikan cincin jempol dan plunger berpentil. Pentil itu menembus tutup karet cartridge anestesi, yang memungkinkan aspirasi ketika operator menarik plunger melalui jarum suntik pada cincin jempol.
F. Instrument
Untuk instrumen yang biasa digunakan pada anastesi lokal, dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Instrumen untuk anastesi (lokal).

3.1.5 Prosedur
A. Pengisian Tabung Syringe
Ketika jarum sekali pakai digunakan, hub plastik berulir ke syringe tanpa merusak segel atau memindahkan silinder plastik pelindung luar. Langkah pertama adalah memasukkan jarum yang tepat. Langkah berikutnya adalah untuk menarik plunger dari jarum suntik dan masukkan carpuletm (cartridge) dari obat bius. Setelah memasukkan carpuletm, lepaskan plunger dan amankan pentil pada stopper karet dengan menyolok cincin jempol di telapak tangan. Pelindung silinder dapat dilepas tergantung kebutuhan dan kenyamanan operator dalam bekerja. Hal ini biasanya akan dilakukan setelah carpuletm larutan anestesi telah dan disisipkan tepat sebelum injeksi diberikan. Hub dan jarum dan dibuang setelah digunakan, berikut pencegahan standar, dan sesuai dengan kebijakan lokal.
B. Injeksi.
Ketika operator siap menyuntikkan larutan anestesi, daerah injeksi/ kerja harus dikeringkan dengan kain kasa. Operator dapat mengaplikasikan antiseptik ke daerah tersebut dengan aplikator, sehingga jaringan tersebut siap untuk di injeksi.
Anestesi lokal tidak diragukan lagi adalah obat yang paling sering digunakan dalam praktek kedokteran gigi. Jarum anestesi tersedia dalam ukuran (gauge) yang berbeda dan panjang. Jarum dengan ukuran panjang biasanya digunakan terutama untuk injeksi "blok" dan jarum pendek untuk tipe injeksi infiltrasi. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan jarum panjang pada kedua jenis injeksi. Gauge 25 merupakan jarum panjang yang disediakan dalam bidang gigi.
C. Komplikasi
Meskipun telah mengikuti teknik, dan obat-obatan yang digunakan memiliki batas keselamatan yang sangat tinggi, dan peralatan yang digunakan efisien dan mudah disterilkan, komplikasi masih dapat terjadi. Komplikasi paling umum adalah sinkop (pingsan) yang disebabkan oleh anemia otak (yang biasanya psikogenik di alam) dan biasanya berlangsung dari 30 detik sampai 2 menit. Kadang-kadang, reaksi alergi terhadap obat yang dipakai mungkin timbul, tetapi ini sangat jarang.




3.1.6 Perbedaan Dosis Pada Anak-Anak Dan Dewasa
jenis injeksi jarum Nervus yang di anastesi dosis
dewasa anak
Injeksi supraperiosteal
1 7/8 in. – 25 gauge-hub panjang
1 in. -25 gauge-hub.pendek
1 in-27 gauge-hub pendek Nervus alveolaris superior posterior
1-2 cc
0,5-1 cc
Injeksi supraperiosteal
1 7/8 in. – 25 gauge-hub panjang
1 in. -25 gauge-hub.pendek
1 in-27 gauge-hub pendek Nervus alveolaris superior medius
1-2 cc 0,5-1 cc
Injeksi supraperiosteal
1 7/8 in. – 25 gauge-hub panjang
1 in. - 25 gauge-hub.pendek
1 in - 27 gauge-hub pendek Nervus alveolaris superior anterior

1-2 cc

0,5-1 cc
Injeksi blok
*injeksi zigomatik

1 7/8 in. - 25 gauge-hub panjang

1 7/8 in. - 23 gauge-hub pendek Blok nervus alveolaris superior posterior sebelum masuk ke maksila di atas molar ketiga

11/2 - 2 cc

0,75-1 cc
Injeksi blok
Injeksi infraorbital
1 7/8 in. – 23 gauge – hub panjang

1 7/8 in – 25 gauge - hub pendek Blok n.infraorbitalis melalui deponir anastetikum ke dalam canalis infraorbitalis agar nervus cabang seperti n.alveolaris superior medius n anterior teranastesi



2 cc



1 cc
Injeksi blok
*injeksi mandibular
1 7/8 in. – 23 gauge – hub panjang

1 7/8 in. – 25 gauge – hub pendek Blok n.alveolaris inferior dengan deponir anastetikum sebelum masuk ke canalis mandibula 2 cc 1 cc
Injeksi blok
*injeksi mentalis
1 7/8 in. – 25 gauge – hub panjang Blok n.alveolaris inferior dengan deponir anastetikum ke dalam canalis mandibula melalui foramen mentale 1 cc 0,5 cc

jenis injeksi jarum Nervus yang di anastesi dosis
dewasa anak
Injeksi bukalis longus
17/8 in. – 23 gauge – hub panjang

17/8 in. – 25 gauge – hub pendek
Nervus bukalis longus 0,75 cc 0.375 cc
Injeksi lingual
17/8 in. – 25 gauge – hub panjang Nervus lingualis 0,5 cc 0,25 cc
Injeksi n. nasopalatinus 1 in. – 25 gauge - hub pendek
1 in. – 27 gauge - hub pendek Nervus nasopalatinus 0,5 cc 0,25 cc
Injeksi nervus palanus mayor
17/8 in. – 25 gauge-hub panjang
1 in. – 25 gauge – hub pendek
1 in. – 27 gauge – hub pendek Nervus palatines mayor 0,5 cc 0,25 cc
Injeksi intraseptal
17/8 in. gauge – hub panjang

13/4 in. – hub pendek Nervus yg berkontak langsung dengan anastetikum yang mengalir masuk ke dalam apicis dentis dan membrane periodontium 0,5 cc 0,25 cc

3.1.7 Faktor Penyebab Keefektifan Dan Kegagalan Dalam Anastesi Lokal
Faktor Penyebab Keefektifan dan Kegagalan Anestesi Lokal:
kadar obat dan potensinya
jumlah pengikatan obat oleh protein dan pengikatan obat ke jaringan local
kecepatan metabolisme
perfusi jaringan tempat penyuntikan obat.
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis saraf.
Adanya perbedaan sensitifitas serabut saraf
Pada umumnya serabut saraf kecil lebih peka terhadap anestesi local.
Serabut saraf terkecil yang tidak bermielin pada umumnya lebih cepat dihambat daripada serabut bermielin.
Kepekaan serabut sasraf tidak tergantung dari fungsi serabut, dengan demikian serabut sensorik maupun motorik yang sama besar tidak berbeda kepekaannya.
Serabut halus bermielin melebihi kepekaan serabut besar bermielin.
Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH.
Anomali serabut saraf antar individu
Psikologis pasien

3.2 EKSODONSIA
3.2.1 Tehnik Pencabutan
Pada dasarnya hanya ada 2 metode pencabutan . Metode pertama yang cukup memadai dalam sebagian besar kasus biasanya disebut “forceps extraction” (pencabutan dengan tang) dan terdiri dari pencabutan gigi atau akar dengan menggunakan tang atau bein atau kedua-duanya. Blade instrument-instrumen ini ditekan masuk ke dalam membrane periodontal antara akar gigi dan dinding tulang soket. Metode ini biasa disebut sebagai pencabutan “intraalveolar”
Metode pencabutan yang lain adalah memisahkan gigi atu akar dari perlekatannya dengan tulang. Pemisahan ini dilakukan dengan mengambil sebagian tulang penyanngga akar gigi itu yang mana kemudian dikeluarkan dengan bein dan/tang. Teknik ini lazimnya disebut “surgical method” (metode pembedahan), tetapi karena semua pencabutan yang dilakukan merupakan prosedur bedah, maka nama yang lebih baik dan lebih akurat adalah pencabutan “trans-alveolar”.
Prinsip-prinsip Mekanik pencabutan
Ekspansi dinding tulang soket, untuk memungkinkan pengambilan gigi yang terdapat di dalamnya. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan gigi sebagi instrument yang dapat melebarkan dan ini merupakan factor terpenting dalam pencanutan dengan tang.
Penggunaan sebuah pengungkit dan titik tumpu , untuk mendesak gigi atau akar keluar dari soketnya sepanjang lintasan dengan hambatan terkecil. Ini merupakn factor dasar yang menentukan penggunaan bein untuk mencabut gigi geligi serta akar0-akar dan penggunaan instrument .
Penggunaan sebuah penjepit, antara akar gigi dan dinding tulang soket, yang mana menyebabkan gigi terangkat dari soketnya.

Pencabutan Intra-Alveolar
Pencabutan gigi geligi rahang atas
Insisivus sentral sering memilki akar yang berbentuk konis dan dapat dapat diatasi dengan hanya melakukan pergerakan rotasi.
Insisisvus lateral memilki akar-akar yang ramping dan seringkali permukaan mesial maupun distalnya rata. Pilihlah tang blade yang kecil dan pegang akarnya dengan baik sebelum memberikan tekanan pada gigi tersebut.
Caninus memilki akar yang panjang dan kuat dengan potongan melintang yang berbentuk segitiga. Beberapa tang gigi caninus memilki ujung yang terlalu lebar sehingga membentuk kontak 2 titik jika digunakan. Dengan benar dengan akarnya. Dalam sebagian kasus gigi ini lebih baik dipecah.Bila akan melakukan pencabutan berganda, maka kemungkinan terjadinya fraktur pada lapisan tulang labial pada saat caninus di cabut dapat berkurang dengan mencabut gigi ini sebelum gigi insisivus lateral dan premolar pertamanya, karena pencabutan terlebih dahulu pada gigi insisivus lateral dan premolar akan melemahkan lapisan tulang labial.
Premolar pertama rahang atas memilki dua akra kecil yang mungkin membengkok dan meregang. Dan selama pencabutan sering terjadi fraktur.

Pencabutan Gigi geligi Rahang Bawah
Incisivus rahang bawah memiliki akar-akar yang kecil dan rata pada bagian sampingnya(pipih).Gigi geligi ini mungkin sangat mudah untuk dicabut tapi kadang-kadang juga sangat rapuh, sehingga harus digunakan tang dengan blade yang kecil.
Pencabutan dari keenam gigi anterior bawah, sering dapat di permudah dengan menggoyangkannya dengan bein lurus.
Akar dari caninus rahang bawah lebih panjang dan lebih kokoh daripada akar gigi tetangganya. Apeknya sering memiliki inklinasi ke distal. Harus dgnkan sbh tang dengan blade yang lebih lebar dan penggunaannya pada gigi memerlukan kecermatan yang tinggi.
Premolar rahang bawah memiliki akar” yang berbentuk runcing dan apeknya mungkin memiliki inklinasi ke distal. Akar-akar premolar rahang bawah sering tertanam dalam tulang yang padat dan jika terjadi fraktur selama pencabutan, biasanya harus dikeluarkan dengan jalan pembedahan. Sepasang tang dengan blade yang cukup kecil untuk mendapatkan kontak dengan dua titik pada akar harus digunakan secara hati-hati pada gigi tersebut.
Molar rahang bawah paling tepat dicabut dengan tang molar tapi banyak operator yang tidak menggunakan tang ini oleh karena mereka menjumpai banyak kesulitan dalam memasukkan blade yang lebar itu ke dalam membrane periodontal. Jika ia tidak bertindak hati-hati dalam mendorong masuk blade ke dalam membrane periodontal sehingga massa akar dapat dipegang, maka mahkota gigi itu akan hancur di dalam tang.

Pencabutan gigi geligi susu
Sementara pencabutan gigi geligi aanterior ini biasanmya sangatlah mudah bila menggunakan tehnik dasar, tapi pencabutan terhadap gigi molar pertama san molar kedua susu kadang-kadang lebih sulit daripada gigi permanen penggantinya. Kesulitan ini ditimbulkan oleh gabungan dari beberapa factor.mulut yang kecil dan memberikan jalan masuk terbatas, dan gigi premolar yang sedang di bentuk terdapat diantara akar-akar gigi susu pendahulunya
Tehnik pencabutan gigi geligi susu ini pada dasarnya sama dengan tehnik yang digunakan dalam pencabutan terhadap gigi geligi permanen. Yang penting terutama bila menggunakan tang, adalah memastikan bahwa bladenya cukup kecil agar dapat masuk ke dalam membrane periodontal dan blade ini digunakan pada akar.

Pencabutan Trans-Alveolar
Metode pencabutan ini terdiri dari pemisahan gigi atau akar dari perlekatannya dengan tulang. Metode ini sering disebut dengan metode “terbuka” atau metode “pembedahan”. Namun karena semua pencabutan yang dilakukan merupakan suatu prosedur bedah, maka nama yang lebih baik dan lebih akurat adalah pencabutan :trans-alveolar”, dan metode ini harus digunakan bila terdapat salah satu dari indikasi-indikasi berikut ini :
Setiap gigi yang tidak dapat dicabut dengan pencabutan intra-alveolar dengan menggunakan gaya yang cukup besar.
Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maksilaris
Riwayat pencabutan-pencabutan yang sulit
Setiap gigi dengan restorasi yang cukup besar , terutama bila akarnya telah diisi atau tak berpulpa
Gigi geligi yang mengalami hipersementosis atau ankilosis
Gigi geligi yang m,engalami geminasi atau dilaserasi
Gigi geligi yang secara roentgenologis menunjukkan pola-pola akar yang rumit, atau akar –akar dengan arah lintasan pengeluaran yang tidak menguntungkan atau rumit.
Bila akan dicabut pemasangan gigi tiruan segera atau sesaat setelah pencabutan.
Setelah memutuskan akan menggunakan metode “trans-alveolar” untuk mencabut sebuah gigi atau akar, jenis anastesi yang akan digunakan harus ditetapkan, dan rencana secara keseluruhan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan serta menghindari atau menghadapi setiap komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi harus disusun.komponen-komponen yang penting dari rencana semacam ini adalah bentuk flap mukopeiostealnya, metode yang akan digunakanuntuk mengeluarkan gigi atau akar-akar dari soketnya , dan pengambilan tulang yang dibutuhkan untuk memudahkannya.

3.2.2 Instrumen Untuk Eksodonsia
Tiap dokter gigi memiliki instrument favorit dan ini menyebabkan kesulitan dalam penyusunan alat-alat yang dipergunakan . Mahasiswa yang sedang belajar melakukan pencabutan gigi, harus dilatih menggunakan instrument yang terbatas pada tahap pertama. Untuk itu amatlah baik bila digunakan instrument dasar dan meskipun para pembimbing mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang komposisi satu perangkat instrument, kebanyakan menyetujui penggunaan instrument baja tahan karat karena kepraktisannya.
Peralatan modern yang dianjurkan untuk tujuan ini secara mudahnya digolongkan menjadi dua golongan yaitu tang dan elevator,
Tang Pencabut Gigi
Untuk Gigi Tetap Nomor
Tang akar gigi bawah (kecil) 74n
Tang akar gigi bawah (besar) 137
Tang mahkota gigi molar bawah 73
Tang atas lurus (kecil) 29
Tang atas lurus (besar) 2
Tang premolar atas (read) 76s
Tang premolar atas (kecil) 147
Tang mahkota gigi molar atas (kiri dan kanan) 94 dan 95
Tang bayonet atas 101

Untuk Gigi Sulung
Tang atas lurus 163
Tang akar gigi atas lurus 159
Tang mahkota gigi molar atas 157
Tang akar gigi bawah 162
Tang mahkota gigi molar atas 160



Elevator
Bentuk Warwick James (kiri dan kanan)
Bentuk Cryer 30/31 (kiri dan kanan)
Bentuk Lindo Levien (besar, sedang dan kecil)
Mouth gag dengan lidah Ferguson
Pengganjal gigi McKesson (1 set terdiri dari 3 buah)

3.2.3 Indikasi, Kontraindikasi Dan Komplikasi Eksodonsia
Indikasi

Beberapa Indikasi pencabutan gigi :
1. Gigi dengan supernumerary, maksudnya gigi yang berlebih yg tumbuh secara
tidak normal.
2. Gigi persistensi, gigi sulung yang tidak tanggal pada waktunya, sehingga
menyebabkan gigi tetap terhambat pertumbuhannya.
3. Gigi yang menyebabkan fokal infeksi, maksudnya dengan keberadaan gigi yang tidak sehat dapat menyebabkan infeksi pada tubuh manusia.
4. Gigi yang tidak dapat dirawat secara endodontik/restorasi, gigi yang tidak bisa lagi dirawat misalnya; tambal, perawatan saluran akar.
5. Gigi dengan fraktur/patah pada akar krena trauma misalnya jatuh, kondisi ini jelas akan membuat rasa sakit berkelanjutan pada penderita hingga gigi tersebut menjadi non vital atau mati.
6. Gigi dengan sisa akar, sisa akar akan menjadi patologis karena hilangnya jaringan ikat seperti pembuluh darah, kondisi ini membuat akar gigi tidak vital.
7. Gigi dengan fraktur/patah pada bagian tulang alveolar ataupun pada garis fraktur tulang alveolar, kondisi ini sama dengan gigi pada fraktur pada akar.
8. Untuk keperluan perawatan ortodontik ataupun prostodontik, biasanya hal ini merupakan perawatan konsul dari bagian ortodontik dengan mempertimbangkan pencabutan gigi untuk mendapatkan ruangan yang dibutuhkan dalam perawatannya.
9. Dan biasanya yang terakhir adalah keinginan pasien untuk dicabut giginya, dengan pertimbangan 'langsung' menghilangkan keluhan sakit giginya, walaupun gigi tersebut masih dirawat secara utuh.
Kontraindikasi
Untuk mendukung diagnosa yang benar dan tepat serta menyusun rencana perawatan yang tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, maka sebelum dilakukan tindakan eksodonsi atau tindakan bedah lainnya harus dipersiapkan dahulu suatu pemeriksaan yang teliti dan lengkap. Yaitu dengan pertanyaan adakah kontra indikasi eksodonsi atau tindakan bedah lainnya yang disebabkan oleh faktor lokal atau sistemik.
Kontra indikasi eksodonsi akan berlaku sampai dokter spesialis akan memberi ijin atau menanti keadaan umum penderita dapat menerima suatu tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi yang membahayakan bagi jiwa penderita.
Kontra Indikasi Sistemik
Pasien dengan kontra indikasi yang bersifat sistemik memerlukan pertimbangan khusus untuk dilakukan eksodonsi. Bukan kontra indikasi mutlak dari eksodonsi. Faktor-faktor ini meliputi pasien-pasien yang memiliki riwayat penyakit khusus. Dengan kondisi riwayat penyakit tersebut, eksodonsi bisa dilakukan dengan persyaratan bahwa pasien sudah berada dalam pengawasan dokter ahli dan penyakit yang menyertainya bisa dikontrol dengan baik. Hal tersebut penting untuk menghindari terjadinya komplikasi sebelum pencabutan, saat pencabutan, maupun setelah pencabutan gigi.
Diabetes Mellitus
Malfungsi utama dari diabetes melitus adalah penurunan absolute atau relative kadar insulin yang mengakibatkan kegagalan metabolisme glukosa. Penderita diabetes melitus digolongkan menjadi:
Diabetes Melitus ketergantungan insulin (IDDM, tipe 1, juvenile,ketotik, britlle).
Terjadi setelah infeksi virus dan produksi antibodi autoimun pada orang yang predisposisi antigen HLA. Biasanya terjadi pada pasien yang berumur di bawah 40 tahun.
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NDDM, tipe 2, diabetes dewasa stabil).
Diturunkan melalui gen dominan dan biasanya dikaitkan dengan kegemukan. Lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun.
Pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes tipe 2 dengan menggunakan anestesi local biasanya tidak memerlukan tambahan insulin atau hipoglikemik oral. Pasien diabetes tipe 1 yang terkontrol harus mendapat pemberian insulin seperti biasanya sebelum dilakukan pembedahan; dan makan karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Perawatan yang terbaik untuk pasien ini adalah pagi hari sesudah makan pagi. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, yang sering disebabkan oleh karena sulit mendapatkan insulin, harus dijadikan terkontorl lebih dahulu sebelum dilakukan pembedahan. Ini biasanya memerlukan rujukan dan kemungkinan pasien harus rawat inap.

Diabetes dan Infeksi
Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian antibiotik profilaksis. Responnya terhadap infeksi tersebut diduga keras akibat defisiensi leukosit polimorfonuklear dan menurunnya atau terganggunya fagositosis, diapedisis, dan khemotaksis karena hiperglikemi. Sebaliknya, infeksi orofasial menyebabkan kendala dalam pengaturan dan pengontrolan diabetes, misalnya meningkatnya kebutuhan insulin. Pasien dengan riwayat kehilangan berat badan yang penyebabnya tidak diketahui, yang terjadi bersamaan dengan kegagalan penyembuhan infeksi dengan terapi yang biasa dilakukan, bisa dicurigai menderita diabetes.
Keadaan Darurat pada Diabetes
Diabetes kedaruratan, syok insulin (hipoglikemia), dan ketoasidosis (hiperglikemia) lebih sering terjadi pada diabetes tipe 1. Kejadian yang sering terlihat adalah hipoglikemia, yang dapat timbul sangat cepat apabila terjadi kegagalan menutupi kebutuhan akan insulin dengan asupan karbohidrat yang cukup. Sedangkan ketoasidosis biasanya berkembang setelah beberapa hari. Pasien yang menderita hipoglikemia menunjukkan tanda-tanda pucat, berkeringat, tremor, gelisah, dan lemah. Dengan pemberian glukosa secara oral (10-20 gram), kondisi tersebut akan dengan mudah membaik. Kegagalan untuk merawat kondisi ini akan mengakibatkan kekejangan, koma, dan mungkin menyebabkan kematian. Untuk mengatasi ketoasidosis diperlukan pemberian insulin dan cairan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit (pasien rawat inap).

Kehamilan
Pregnancy bukan kontraindikasi terhadap pembersihan kalkulus ataupun ekstraksi gigi, karena tidak ada hubungan antara pregnancy dengan pembekuan darah. Perdarahan pada gusi mungkin merupakan manifestasi dari pregnancy gingivitis yang disebabkan pergolakan hormon selama pregnancy.
Yang perlu diwaspadai adalah sering terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes mellitus yang meskipun sifatnya hanya temporer, akan lenyap setelah melahirkan, namun cukup dapat menimbulkan masalah saat dilakukan tindakan perawatan gigi yang melibatkan perusakan jaringan dan pembuluh darah. Jadi, bila ada pasien dalam keadaan pregnant bermaksud untuk scaling kalkulus atau ekstraksi, sebaiknya di-refer dulu untuk pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah, dan kadar gula darahnya. Jangan lupa sebelum dilakukan tindakan apapun, pasien dilakukan tensi dulu.
Kalau memang ada gigi yang perlu diekstraksi (dimana hal itu tidak bisa dihindari lagi, pencabutan gigi (dan juga tindakan surgery akut lainnya seperti abses,dll) bukanlah suatu kontraindikasi waktu hamil. Hati-hati bila pada 3 bulan pertama. rontgen harus dihindari saja kecuali kasus akut (politrauma, fraktur ,dll). Hati-hati bila menggunakan obat bius dan antibiotic, (ada daftarnya mana yang boleh dan mana yang tidak boleh (FDA) sedative (nitrous oxide, dormicum itu tidak dianjurkan). Kalau memang harus dicabut giginya atau scalling pada ibu hamil, waspada dengan posisi tidurnya jangan terlalu baring, karena bisa bikin kompresi vena cafa inferior.
Kalau memang riskan, dan perawatan gigi-mulut tidak dapat ditunda sampai post-partus, maka sebaiknya tindakan dilakukan di kamar operasi dengan bekerja sama dengan tim code blue, atau tim resusitasi. Ekstraksi gigi pada pasien hamil yang ’sehat’ bisa dilakukan dengan baik dan aman di praktek, clinic biasa, atau rumah sakit.
Kesulitan yang sering timbul pada ekstraksi gigi pada ibu hamil adalah keadaan psikologisnya yang biasanya tegang, dll. Seandainya status umum pasien yang kurang jelas sebaiknya di konsulkan dulu ke dokter obsgin-nya.
Penyakit Kardiovaskuler
Sebelum menangani pasien ketika berada di klinik, kita memang harus mengetahui riwayat kesehatan pasien baik melalui rekam medisnya atau wawancara langsung dengan pasien. Jika ditemukan pasien dengan tanda-tanda sesak napas, kelelahan kronis, palpitasi, sukar tidur dan vertigo maka perlu dicurigai bahwa pasien tersebut menderita penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lanjut yang teliti dan akurat, misalnya pemeriksaan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung diagnosa sehingga kita dapat menyusun rencana perawatan yang tepat dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan.
Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdarahan.
Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontra indikasi eksodonsi. Kontra indikasi eksodonsi di sini bukan berarti kita tidak boleh melakukan tindakan eksodonsi pada pasien ini, namun dalam penangannannya perlu konsultasi pada para ahli, dalam hal ini dokter spesialis jantung. Dengan berkonsultasi, kita bisa mendapatkan rekomendasi atau izin dari dokter spesialis mengenai waktu yang tepat bagi pasien untuk menerima tindakan eksodonsi tanpa terjadi komplikasi yang membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan pendamping yang diperlukan sebelum atau sesudah dilakukan eksodonsi, misalnya saja penderita jantung rema harus diberi penicillin sebelum dan sesudah eksodonsi dilakukan.

Kelainan Darah
a. Purpura hemoragik
Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan dari dalam gusi merupakan keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan karena fragilitas kapiler (daya tahan kapiler abnormal terhadap rupture) pada pasien tersebut dalam keadaan kurang, sehingga menuju kearah keadaan mudah terjadi pendarahan petechie dan ecchimosis.
Perlu ditanyakan kepada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia, atau pengalaman pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan darah yaitu waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi protrombin.
b. Lekemia
Pada lekemia terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit dan prekursornya dalam darah dan sumsum tulang. Sehingga mudah infeksi dan terjadi perdarahan.
b.1. Lekemia Limfatika
Tanda2 :
• badan mkn lelah dan lemah
• tanda2 anemia à pucat, jantung berdesir, tknn drh rendah
• limfonodi membesr dsluruh tbh
• gusi berdarah
• petechyae
• perdarahan pasca eksodonsia
• batuk2
• pruritus
• pemeriksaan darah menunjukkan ada anemia tipe sekunder
b.2. Lekemia Mielogenous
• Kek. Tbh penderita bkrg
• bb berkurang
• tanda2 anemia
• pembesaran limfa
• perut terasa kembung & mual
• demam
• gangguan gastro intestinal
• gatal2 pada kulit
• perdrahan pd bbgai bag tbh
• gangguan penglihatan / perdarahan krn infiltrais leukemik
• perbesaran lien
• perdarahan petechyae
• perdrahan gusi
• rasa berat di daerah sternum
c. Anemia
Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah sehingga kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang. Selain itu, penderita anemia memiliki kecenderungan adanya kerusakan mekanisme pertahanan seluler.
d. Hemofilia
Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah. Luka ekstraksi juga memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari prothrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi fibrin.
Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von Willebrand’s disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan.
Agar tidak terjadi komplikasi pasca eksodonsia perlu ditanyakan adakah kelainan perdarahan seperti waktu perdarahan dan waktu penjendalan darah yg tdk normal pada penderita
Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi.
Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan.
Jaundice
Tanda-tandanya adalah ( Archer, 1961 ) ialah kulit berwarna kekuning-kuningan disebut bronzed skin, conjuntiva berwarna kekuning-kuningan, membrana mukosa berwarna kuning, juga terlihat pada cairan tubuh ( bila pigmen yang menyebabakan warna menjadi kuning ).
Tindakan eksodonsi pada penderita ini dapat menyebabkan “prolonged hemorrahage” yaitu perdarahan yang terjadi berlangsung lama sehingga bila penderita akan menerima pencabutan gigi sebaiknya dikirimkan dulu kepada dokter ahli yang merawatnya atau sebelum eksodonsi lakukan premediksi dahulu dengan vitamin K.
AIDS
Lesi oral sering muncul sebagai tanda awal infeksi HIV. Tanpa pemeriksaan secara hati-hati, sering lesi oral tersebut tidak terpikirkan, karena lesi oral sering tidak terasa nyeri. Macam-macam manifestasi infeksi HIV pada oral dapat berupa infeksi jamur, infeksi bakteri, infeksi virus dan neoplasma.
Pada penderita AIDS terjadi penghancuran limfosit sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi berkurang. Pada tindakan eksodonsi dimana tindakan tersebut melakukan perlukaan pada jaringan mulut, maka akan lebih mudah mengalami infeksi yang lebih parah.Bila pasien sudah terinfeksi dan memerlukan premedikasi, maka upayakan untuk mendapatkan perawatan medis dulu. Tetapi bila belum terinfeksi bisa langsung cabut gigi.
Dengan demikian, apabila dokter gigi sudah menemui gejala penyakit mematikan ini pada pasiennya, maka dokter bisa langsung memperoteksi diri sesuai standar universal precautaion (waspada unievrsal). Perlindungan ini bisa memakai sarung tangan, masker, kacamata, penutup wajah, bahkan juga sepatu. Karena hingga kini belum ditemukan vaksin HIV.
Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi yang diakibatkan Treponema pallidum. Pada penderita sifilis, daya tahan tubuhnya rendah, sehingga mudah terjadi infeksi sehingga penyembuhan luka terhambat.

Nefritis
Eksodonsi yang meliputi beberapa gigi pada penderita nefritis, dapat berakibat keadaan nefritis bertambah buruk. Sebaiknya penderita nefritis berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli sebelum melakukan eksodonsi.
Malignansi Oral
Di daerah perawatan malignasi suatu rahang melalui radiasi sel jaringan mempunyai aktivitas yang rendah sehingga daya resisten kurang terhadap suatu infeksi. Eksodonsia yang dilakukan di daerah ini banyak yang diikuti osteoradionekrosis rahang ( Archer, 1966 ). Apabila perawatan rad iasi memang terpaksa harus dikerjakan sehubungan dengan malignansi tersebut maka sebaiknya semua gigi pada daerah yang akan terkena radiasi dicabut sebelum dilakukan radiasi. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa semua gigi yang masih ada di daerah itu, dibuang bersih dahulu sebelum penderita menerima radiasi yang berat.
Tujuan utama adalah mencabut gigi-gigi dan melakukan alveolektomi seluruh processus alveolaris sejauh sepertiga dekat apeks lubang alveolus. Mukoperiosteal flap dibuka lebar pada daerah yang akan dikerjakan operasi dan kemudian direfleksikan ke arah lipatan mukobukal atau lipatam labial. Semua tulang labial atau bukal diambil dengan menggunakan chisel dan mallet. Pengambilan tulang tersebut meliputi daerah akar dan interseptal, dan kemudian gigi-gigi dicabut. Dengan memakai bone rongers, chisel, bone burs yang besar , kikir bulat. Semua tulang alveolus yang tinggal dan tulang kortikal bagian lingual diambil dengan meninggalkan sepertiga dari tulang apeks alveolus. Kemudian flaps yang berlebihan digunting agar masing-masing ujung flaps dapat bertemu dengan baik, tanpa terdapat teganagan. Penyembuhan biasanya cepat dan perawatan radiasi dapat dimulai dalam waktu seminggu.
Hipersensitivitas
Bagi pasien dengan alergi pada beberapa jenis obat, dapat mengakibatkan shock anafilaksis apabila diberi obat-obatan pemicu alergi tersebut. Oleh karena itu, seorang dokter gigi perlu melakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan dan menghindari obat-obatan pemicu alergi.
Toxic Goiter
Ciri-ciri pasien tersebut adalah tremor, emosi tidak stabil, tachycardia dan palpitasi , keringat keluar berlebihan, glandula tiroidea membesar secara difus (kadang tidak ada), exophthalmos (bola mata melotot), berat badan susut, rata-rata basal metabolic naik, kenaikan pada tekanan pulsus, gangguan menstruasi (pada wanita), nafsu makan berlebih.
Tindakan bedah mulut, termasuk mencabut gigi, dapat mengakibatkan krisis tiroid, tanda-tandanya yaitu setengah sadar, sangat gelisah ,tidak terkontrol meskipun telah diberi obat penenang.
Pada penderita toxic goiter jangan dilakukan tindakan bedah mulut, termasuk tindakan eksodonsi, karena dapat menyababkan krisis tiroid dan kegagalan jantung.

Kontra Indikasi Lokal
Kontraindikasi eksodonsi yang bersifat setempat umumnya menyangkut suatu infeksi akut jaringan di sekitar gigi.
Infeksi gingival akut
Infeksi gingival akut biasa juga disebut dengan acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG) atau fusospirochetal gingivitis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri fusospirochaetal atau streptococcus.
Ciri-ciri penderita infeksi gingival akut adalah :
a. memiliki OH yg jelek
b. perdarahan pada gusi
c. radang pada gusi
d. sakit
e. nafas tidak sedap (adanya akumulasi plak)
Infeksi perikoronal akut
Merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan lunak di sekitar mahkota gigi molar yang terpendam (gigi impaksi). Perikoronitis dapat terjadi ketika gigi molar 3 bererupsi sebagian (hanya muncul sedikit pada permukaan gusi). Keadaan ini menyebabkan bakteri dapat masuk ke sekitar gigi dan menyebabkan infeksi. Pada perikoronitis, makanan / plak dapat tersangkut di bawah flap gusi di sekitar gigi sehingga dapat mengiritasi gusi, pembengkakan dan infeksi dapat meluas di sekitar pipi, leher, dan rahang. Selain itu, faktor-faktor yang juga menyebabkan infeksi adalah trauma dari gigi di sebelahnya, merokok dan infeksi saluran pernapasan bagian atas.
Sinusitis maksilaris akut
Sinus adalah rongga berisi udara yang terdapat di sekitar rongga hidung. Sinusitis (infeksi sinus) terjadi jika membran mukosa saluran pernapasan atas (hidung, kerongkongan, sinus) mengalami pembengkakan. Pembengkakan tersebut menyumbat saluran sinus yang bermuara ke rongga hidung. Akibatnya cairan mukus tidak dapat keluar secara normal. Menumpuknya mukus di dalam sinus menjadi faktor yang mendorong terjadinya infeksi sinus.
Gejala sinusitis akut :
¨ Nyeri, sakit di sekitar wajah
¨ Hidung tersumbat
¨ Kesulitan ketika bernapas melalui hidung
¨ Kurang peka terhadap bau dan rasa
¨ Eritem di sekitar lokasi sinus
¨ Jika menunduk ke depan nyeri berdenyut akan terasa di sekitar wajah
Radiasi
Alasan melarang eksodonsi dengan keadaan seperti tersebut diatas adalah bahwa infeksi akut yang berada di sekitar gigi, akan menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh dan terjadi keadaan septikemia. Septikemia adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh infeksi dengan tanda-tanda respon sistemik, septikimia juga biasa diartikan dengan infeksi berat pada darah. Infeksi dalam rongga mulut bila tidak ditangani secara adekuat dapat menjadi suatu induksi untuk terjadinya sepsis. Bila pasien telah mengalami sepsis dan tidak segera ditangani maka keadaan sepsis ini akan berlanjut menjadi syok septic dan dapat mengakibatkan kematian pasien.
Tanda-tanda respon sistemik sepsis :
Takhipne (respirasi > 20 kali/menit
Takhikardi (denyut nadi > 90 kali/menit)
Hipertermi (suhu badan rektal > 38,3)
Sedangkan syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh tidak cukupnya perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh sepsis. Keadaan diatas kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi sistemik yang bervariasi bentuk kliniknya, ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan sebagai berikut :
a. Temperatur > 38
b. Denyut jantung > 90 kali /menit
c. Respirasi > 20 kali/menit
d. Jumlah leukosit > 12.000/mm3 atau <>3

Komplikasi
Pendarahan (individu dengan penyakit hati pasien yang menrima terapi antikoagulan, pasien yang minum aspirindosis tinggi: cek lab dan kerja sama dengan dokter spesialis
penanganan : menghindari pembuluh darah, mengetahui anatomi
regio resiko tinggi: palatum, a. Palatina mayor, vestikulum bukal M bawah, a.fasialis, regio mandibula anterior, vaskularisasi melimpah
tekanan dan klem: penanganan awal perdarahan arteri adalah dengan penekanan langsung dengan jari kasa darah deras , diklem dengan mehostat
Fraktur: disebabkan oleh tekanan berlebihan dan tidak terkontrol (fraktur ujung akar / foramen, fraktur minor / mayor procalupolaris fraktur mandi bula)
Cedera jaringnan lunak
lecet : kesalahan teknik flap
luka besar bibir yang teranestasi tertekan handpiece: aplikas salip antibiotik / strtoid
empiseme sulokutan
Cidera saraf
ex: N linguasi paling sering cidera karena pencabutan m3 bawah yang implikasi
terapi: dekompresi, eksisi den anastomosis ulang
3.2.4 Perbedaan Eksodonsia Pada Gigi Sulung Dan Gigi Permanen
Pencabutan Gigi Susu
Pencabutan gigi susu atas : Gigi susu bisa dicabut dengan menggunakan tang (#150 atau #151 (#150 S atau # 151 S). Gigi molar susu atas mempunyai akar yang memancar,yang menyulitkan pencabutannya. Apabila masalah tersebut ditambah dengan adanya resorpsi maka tekanan berlebihan sebaiknya dihindari. Seperti pada pencabutan semua gigi atas, digunakan pinch grasp dan telapak menghadap keatas.
Pencabutan gigi susu bawah : Untuk pencabutan gigi molar susu, digunakan tang #151 dengan sling grasp, seperti pada gigi molar atas, biasanya gigi ini mempunyai akar resopsi yang divergen. Pertimbangan utama pada pencabutan gigi susu adalah menghindari cedera pada gigi permanen yang sedang berkembang. Misalnya tang #23 (crownHorn), bukan merupakan pilihan yang cocok untuk molar bawah susu. Apabila diperkirakan akan terjadi cedera selama pencabutan dengan tang, sebaiknya direncanakan pembedahan dan pemotongan gigi susu. Resorpsi akar menimbulkan masalah dalam apakah akar ini sudah keluar semuanya atau belum. Apabila ada keraguan, sebaiknya dilakukan foto rontgen. Sedangkan apabila pengambilan fraktur akar dianggap membahayakan gigi permanen penggantinya, pencabutan gigi sebaiknya ditunda karena rasio manfaat / resiko tidak menguntungkan.
Meskipun pencabutan gigi anterior susu biasanya amat mudah dilakukan dengan teknik dasar pencabutan gigi. Gigi posterior susu terkadang lebih sulit dicabut daripada gigi tetap penggantinya. Beberapa faktor berkombinasi menyebabkan kesulitan ini. Mulut anak kecil dan akses terbatas serta gigi premolar yang sedang terbentuk terletak dikitari akar gigi susu sehingga dapat rusak bila gigi molar susu diatasnya dicabut. Gigi molar susu tidak memiliki massa akar dan karies yang kadang meluas hingga ke akar gigi membuatnya sulit untuk dipegang dengan tang. Resorpsi akar gigi pada gigi geligi campuran tidak terjadi dalam pola yang teratur dari apeks ke mahkota gigi. Sering bagian samping dari akar gigi teresopsi dan secara tidak sengaja menahan fragmen akar gigi.
Teknik pencabutan gigi susu pada dasarnya dalah sama seperti teknik yang dipergunakan untuk mencabut gigi tetap. Yang amat penting adalah ketika mengaplikasikan tang harus yakin bahwa bilah tang cukup kecil untuk melewati membrane periodontal dan bahwa bilah benar diaplikasikan pada akar gigi. Bila tang hanya ditempatkan pada sisi bukal dan lingual dari gigi dan dipaksakan masuk kedalam jaringan benih gigi tetap pengganti dapat menjadi rusak. Gerakan kearah lingual yang kuat biasanya menyebabkan gigi muncul dari soketnya dan dapat dicabut dengan gerakan kebukal dan rotasi kedepan. Lebih baik meninggalkan patahan fragmen akar gigi susu yang kecil yang akan mengalami resopsi atau eksfoliasi daripada merusak atau mengubah posisi benih gigi tetap pengganti dalam upaya menenemukan lokasi dan mengambil fragmen akar gigi susu tadi. Keputusan untuk mengambil akar gigi tersebut, jaringan lunak harus cukup terbuka sehingga operator dapat melihat jelas hubungan benih gigi tetaP pengganti dan memmungkinkan operator mengeluarkan fragmen akar gigi tadi dengan melihat langsung.
Sewaktu mengaplikasikan bilah tang pada akar yang mengalami karies didaerah gusi harus disadaribahwa gusi cenderung untuk tumbuh masuk ke dalam gigi tersebut, sehingga bagian tepi akar gigi tersebut sebaiknya benar-benar terlihat. Akar gigi susu yang tidak dpat dipegang dengan tang, harus digoyangkan kedalam kearah gigi tetap yang sedang bertumbuh menggunakan elevator Warwick James, dengan memakai dinding soket sebagai tumpuan. Akar gigi susu yang dicabut harus diperiksa untuk memeriksa bahwa pencabutan telah sempurna. Permukaan gigi yang patah terasa rata dan mengkilap dengan tepi yang tajam, akar yang mengalami resopsi biasanya kasar dengan tepi tidak berbentuk tidak teratur.




Pencabutan Gigi Permanen
Pencabutan gigi geligi atas
Insisivus pertama memiliki akar gigi yang konus dan dapat dilakukan pencabutan hanya dengan gerakan rotasi saja. Insisivus kedua memiliki akar gigi yang yang lebih ramping dan sering datar pada permukaan distal dan mesial. Pilihlah bilah tang yang lebih kecil dan bilah tang harus benar-benar masuk ke dalam akar gigi sebelum memberikan tekanan pada gigi.
Kaninus memiliki akar gigi yang panjang dan kuat dengan potongan melintang yang berbentuk segitiga. Beberapa tang kaninus memiliki bilah tang yang terlalu lebar untuk membentuk ’ kontak dua titik’, jika diaplikasikan dengan benar pada akar gigi.
Premolar pertama atas memiliki dua akar gigi yang kecil, yang melengkung atau divergen dan fraktur dapat terjadi selama pencabutan.
Pada mulut dengan gigi yang berjejal, gigi premolar kedua atas sering keluar dari lengkung gigi. Pada beberapa kasus gigi tersebut dipegang dalam arah mesiodistal dengan tang yang dipegang menyilang lengkung gigi dan pencabutan dilakukan, berarti pencabutan gigi ini harus dengan pembedahan.
Akar gigi molar pertama atas tetap dapat menyebar sehingga bila tang molar dipergunakan, haruslah hati-hati untuk memastikan bahwa bilah tangbenar-benar masuk kemembran periodontal sehingga dapat memegang masa akar gigi. Pada beberapa kasus, diindikasikan pencabutan transalveolar dengan pemecahan akar gigi.
Posisi sumbu panjang akar gigi molar ketiga atas adalah sedemikian rupa sehingga mahkota gigi terletak lebih posterior daripada akar giginya. Ini mempersulit aplikasi tang.dan bila mulut pasien membuka terlalu lebar, prosesus koronoid dapat mengganggu masuknya tang dan menambah kesulitan. Namun, bila pasien menutup separuh mulut dan tang bayonet atau tang premolardigunakan, biasanya gigi dapat dipegang dengan benar, dan dengan tekanan kearah bukal sudah dapat mengeluarkannya. Gerakan kearah bukal ini dapat dilakukan apabila pasien menggerakan mandibulanya kesisi pencabutan, sehingga menggerakan procesus koronoid keluar dari daerah operasi. Pada banyak kasus, akar gigi ini memiliki bentuk konus yang sederhana , tapi terkadang bentuk akar menjadi lebih rumit sehingga menghambat pencabutan dengan tang dan untuk kasus ini diindikasikan pencabutan dengan pembedahan.

Pencabutan gigi geligi bawah
Gigi insisivus bawah memiliki akar yang kecil dengan sisi yang rata. Gigi-gigi ini dapat dengan mudah dicabut, tapi terkadang sangat rapuh. Tang dengan bilah kecil harus digunakan. Pencabutan dari keenam gigi anterior bawah, dapat juga dibantu dengan menggoyangkannya menggunakan elevator atau bein lurus.
Akar gigi dari kaninus bawah lebih panjang dan lebih besar daripada gigi sebelahnya. Apeksnya terkadangmiring kedistal. Tang dengan bilah yang lebih besar harus digunakan dan diaplikasikan dengan cermat pada gigi.
Gigi premolar bawah memiliki akar berbentuk mengecil kebawah dan apeksnyadapat miring kedistal. Akar gigi premolar bawah akarnya sering tertanam pada tulang yang padat dan apabila fraktur selama pencabutan gigi biasanya dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Tang dengan bilah kecil dengan menghasilkan ‘ kontak 2 titik’ pada akar, harus diaplikasikan dengan hati-hati. Gerakan pertama harus kuat tapi perlahan, dan hanya untuk pencabutan gigi premolar kedua saja, gerakan pertama yang harus dilakukan adalah rotasi. Bila terasa ada tahanan pada rotasi. Bila terasa ada tahanan pada’rotasi pertama’ jangan dipaksakan dan cobalah gerakan yang lebih klasik yaitu gerakan kelateral. Bila pencabutan drngan gerakan rotasi tetap diteruskan, fraktur akar berbentuk spiral dapat terjadi dan meninggalkan patahan akar gigi yang sulit dikeluarkan.
Gigi molar bawah paling bagus dicabut dengan tang molar, tapi banyak operator tidak menggunakan tang ini karena mereka ,erasa lebih sulit memasukkan bilah tang membrane periodontal tidak dilakukan dengan hati-hati, mahkota gigi dapat hancur akibat terjepit oleh tang. Pada pencabutan gigi dengan karies gigi yang amat besar, banyak dokter gigi lebih suka mengaplikasikan tang pada akar gigi daripada bagian mahkota gigi yang lebih sehat. Gigi ini sering digoyangkan dengan tekanan kearah bukolingual dan paling baik dicabut dengan tambahan gerak rotasi. Pencabutan gigi molar kedua dan ketiga bawah, terkadang dapat dibantu dengan aplikasi elevator pada sebelah mesial sebelum aplikasi tang. Teknik ini seharusnya tidak dilakukan selama pencabutan dengan tang gigi molar pertama tetap bawah karena dengan pola akar berbeda premolar kedua, perlekatan gigi premolar kedua dapat rusak akibat tekanan yang disalurkan melalui septum interdental. Bentuk akar dari gigi molar ketiga bawahtetap amat bervariasi sehingga harus dibuat pemotretan radiografi sebelum pencabutan gigi, meskipun gigi tersebut erupsi penuh. Dalam banyak kasus, gigi ini lebih baik dibedah dari perlekatannya.

3.2.5 Perbedaan Tindakan Eksodonsi pada Mandibula dan Maksila serta Regio-regionya
Pengaturan Umum
Posisi Operator. Untuk mencabut semua gigi kecuali gigi molar kanan bawah, premolar dan kaninus, operator berdiri pada samping tangan pasien, seperti gambar A. Untuk pencabutan gigi kanan bawah dengan metode intra-alveolar, operator harus di belakang pasien seperti gambar C. Terkadang operator harus berdiri lebih tinggi dengan menginjak suatu kursi kecil supaya memperoleh posisi kerja optimal.


Tinggi Kursi Pasien. Ini adalah pertimbangan penting yang terkadang diabaikan. Bila daerah pencabutan terlalu tinggi atau terlalu rendah bagi operator, berarti operator bekerja pada keadaan mekanis yang tidak menguntungkan dan dalam posisi yang melelahkan serta tidak nyaman.
Bila hendak dilakukan pencabutan gigi atas, kursi pasien harus disesuaikan sehingga daerah kerja lebih kurang 8 cm di bawah bahu operator (gambar A). Selama pencabutan gigi bawah, tinggi kursi pasien harus diatur sehingga gigi yang akan dicabut lebih kurang 16 cm di bawah siku operator (gambar B). Bila operator berdiri di belakang pasien (gambar C), kursi pasien harus direndahkan secukupnya agar dokter gigi dapat melihat jelas daerah kerja dan memperoleh posisi kerja yang nyaman. Hal ini dapat diperoleh bila dokter gigi menggunakan kotak pijakan khususnya untuk pasien yang tinggi.
Lampu. Walaupun agak berlebihan untuk mnegatakan bahwa pencahayaan yang baik pada daerah kerja adalah mutlak untuk keberhasilan pencabutan gigi, kegagalan memperoleh penerangan yang cukup pada daerah kerja adalah kesalahan yang biasa terjadi, dan merupakan alasan utama kegagalan sejumlah pencabutan gigi.
Dokter gigi harus mencoba untuk melakukan pekerjaan dalam suasana yang tenang, efisien, tidak terburu-buru, dan sesuai dengan metode. Ini, bersamaan dengan dorongan yang simpatik, akan banyak berpengaruh dalam memperoleh kerjasama dan kepercayaan dari pasien. Operator harus mencegah timbulnya kekhawatiran dari pihak pasien dengan hanya menunjukkan instrumen bila tidak lagi dapat disembunyikan. Ia harus berpijak stabil selama prosedur perawatan dan harus yakin bahwa sepatu maupun lantai yang dipijaknya tidak mengganggu keseimbangan tubuh.

Pencabutan dengan Tang
Pencabutan Gigi Geligi Atas
Insisivus pertama memiliki akar gigi yang konus dan dapat dilakukan pencabutan hanya dengan gerakan rotasi saja.
Insisivus kedua memiliki akar gigi yang lebih ramping dan sering datar pada permukaan distal dan mesial. Pilihlah bilah tang yang lebih kecil dan bilah tang harus benar-benar masuk ke dalam akar gigi sebelum memberikan tekanan pada gigi.
Kaninus memiliki akar gigi yang panjang dan kuat dengan potongan melintang berbentuk segitiga. Beberapa tang kaninus memiliki bilah yang terlalu lebar untuk membentuk ‘kontak dua titik’, jika diaplikasijan dengan benar pada akar gigi. Pada banyak kasus, gigi ini lebih baik dibelah. Bila pencabutan multipel dilakukan, kemungkinan patahnya pelat tulang alveolar sebelah labial sewaktu mencabut gigi kaninus dapat dikurangi dengan mencabut gigi ini sebelum pencabutan gigi insisivus kedua dan gigi premolar pertama akan melemahkan pelat tulang alveolar sebelah labial.
Premolar pertama atas memiliki dua akar yang kecil, yang melengkung atau divergen, dan fraktur dapat terjadi selama pencabutan. Pada beberapa kasus, sumbu panjang gigi semakin ke atas semakin miring ke medial, apeksnya lebih dekat dengan gigi kaninus daripada apeks gigi premolar kedua. Inklinasi gigi perlu diperhatikan dan berhati-hatilah ketika menempatkan bilah tang yang kecil sepanjang sumbu panjang gigi.
Sering dianjurkan agar gigi ini ditarik, tapi pada praktiknya gerakan ke lateral sering diperlukan untuk mengeluarkan gigi dengan akar pipih yang divergen. Bila lebih dominan dilakukan gerakan lateral dalam arah ke bukal dan terjadi fraktur akar gigi, akar palatal biasanya dapat dikeluarkan semuanya, meninggalkan akar bukal yang lebih mudah untuk dikeluarkan dengan pembedahan. Bila gigi telah nekrosis atau memiliki restorasi yang besar, atau bila pasien mempunyai riwayat kesulitan dalam pencabutan gigi, teknik transalveolar merupakan indikasi. Bila molar pertama atas tetap telah hilang, gigi premolar atas dapat miring ke distal dan rotasi pada akar palatalnya. Rotasi ini, dan juga kemiringan, harus dipertimbangkan dengan cermat bila mengaplikasikan bilah tang pada gigi.
Gigi premolar kedua sering keluar dari lengkung rahang pada mulut dengan gigi yang berjejal. Pada beberapa kasus gigi tersebut dapat dipegang dalam arah mesiodistal dengan tang yang dipegang menyilang lengkung gigi, dan pencabutan gigi ini harus dengan pembedahan.
Akar gigi molar pertama atas tetap dapat menyebar sehingga bila tang molar dipergunakan, haruslah hati-hati untuk memastikan bahwa bilah tang benar-benar masuk ke membran periodontal sehingga dapat memegang massa akar gigi. Pada beberapa kasus, diindikasikan pencabutan transalveola dengan pemecahan akar gigi.
Bila gigi molar pertama telah hilang, dan gigi molar atas lainnya migrasi, gigi tersebut cenderung rotasi pada akar palatal dan miring ke mesial. Atau pada beberapa kasus, posisi massa akar molar kedua atas oblik terhadap mahkota gigi, sehingga disebut ‘akar molar oblik’. Pada kedua keadaan tersebut, dapat massa akar sulit atau tidak mungkin dipegang dengan tang molar; maka tang premolar atas harus digunakan, dengan bilah bukal ditempatkan hati-hati pada akar mesiobukal atau distobukal, tetapi jangan di antaranya.
Posisi sumbu panjang akar gigi molar ketiga atas adalah sedemikian rupa sehingga mahkota gigi terletak lebih posterior daripada akar giginya. Ini mempersulit aplikasi tang, dan bila mulut pasien membuka terlalu melebar, prosesus koronoid dapat mengganggu masuknya tang dan menambah kesulitan. Namun, bila pasien menutup separuh mulut dan tang bayonet atau tang premolar digunakan, biasanya gigi dapat dipegang dengan benar, dan dengan tekanan ke arah bukal sudah dapat mengeluarkannya. Gerakan ke arah bukal ini dapat dilakukan bila pasien menggerakkan mandibulanya ke sisi pencabutan, sehingga menggerakkan prosesus koronoid keluar dari daerah operasi. Pada banyak kasus, akar gigi ini memiliki konus yang sederhana, tapi terkadang bentuk akar menjadi lebih rumit, sehingga menghambat pencabutan dengan tang, dan untuk kasus ini diindikasikan pencabutan dengan pembedahan.
Jangan mencoba mengaplikasikan tang pada gigi molar ketiga atas yang erupsi sebagian atau pada akar gigi posterior atas kecuali bila kedua permukaan bukal dan lingual terlihat jelas. Bila tekanan diaplikasikan ke arah atas, gigi atau akar gigi dapat masuk ke dalam sinus maksilaris.
Pencabutan Gigi Geligi Bawah
Gigi insisivus bawah memiliki akar yang kecil dengan sisi yang rata. Gigi-gigi ini dapat dengan mudah dicabut, tapi terkadang sangat rapuh. Tang dengan bilah kecil harus digunakan.
Pencabutan dari keenam gigi anterior bawah, dapat juga dibantu dengan menggoyangkannya menggunakan elevator/bein lurus.
Akar dari kaninus bawah lebih panjang dab lebih besar daripada gigi sebelahnya. Apeksnya terkadang miring ke distal. Tang dengan bilah yang lebih besar harus digunakan dan diaplikasikan dengan cermat pada gigi.
Gigi premolar bawah memiliki akar berbentuk mengecil ke bawah dan apeksnya dapat miring ke distal. Akar gigi premolar bawah sering tertanam dalam tulang yang padat dan bila fraktur selama pencabutan gigi biasanya diperlukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Tang dengan bilah kecil yang menghasilkan ‘kontak dua titik’ pada akar, harus diaplikasikan dengan hati-hati. Gerakan pertama harus kuat tapi perlahan, dan hanya untuk pencabutan gigi premolar kedua saja, gerakan pertama adalah rotasi. Bila terasa tekanan pada rotasi pertama , jangan dipaksakan dan cobalah gerakan yang lebih klasik, yaitu gerakan ke lateral. Bila usaha pencabutan dengan gerakan rotasi tetap diteruskan, fraktur akar berbentuk spiral dapat terjadi, dan meninggalkan patahan akar gigi yang sulit dikeluarkan.
Gigi molar bawah paling baik dicabut dengan menggunakan tang molar, tatapi banyak operator tidak menggunakan tang ini karena mereka lebih sulit memasukkan bilah tang yang lebih lebar ke dalam membran periodontal. Jika penekanan bilah tang ke dalam membran periodontal tidak dilakukan dengan hati-hati, mahkota gigi dapat hancur akibat terjepit oleh tang. Pada pencabutan gigi dengan karies yang amat besar, banyak dokter gigi lebih suka mengaplikasikan tang pada aka gigi daripada bagian mahkota gigi yang lebih sehat. Gigi ini sering digoyangkan dengan tekanan ke arah bukolingal dan paling baik dicabut dengan tambahan gerak rotasi. Pencabutan gigi molar kedua dan ketiga bawah terkadang dapat dibantu dengan aplikasi elevator pada sebelah mesial sebelum aplikasi tang. Teknik ini seharusnya tidak dilakukan selama pencabutan gigi molar pertama bawah tetap karena dengan pola akar yang berbeda dengan gigi premolar kedua, perlekatan gigi premolar kedua dapat rusak akibat tekanan yang disalurkan melalui septum interdental. Bentuk akar dari gigi molar ketiga bawah tetap amat bervariasi sehingga harus dibuat pemotretan radiografi sebelum pencabutan gigi, meskipun gigi tersebut erupsi penuh. Dalam banyak kasus, gigi ini lebih baik dibedah dari perlekatannya.

3.2.6 Penatalaksanaan Bedah
Diagnosis dan Rencana Perawatan
Anamnesis untuk memperoleh riwayat secara lengkap dan pemeriksaan klinis yang didukung oleh metode pemeriksaan tertentu bila perlu, memungkinkan diduganya kesulitan yang bakal terjadi, dan komplikasi serta menetapkan pilihan teknik pencabutan yang tepat.
Keputusan yang perlu diambil sehubungan dengan pembedahan
Pasien rawat jalan atau rawat inap, ditentukan oleh
Kondisi pasien
Kemungkinan lamanya operasi
Indikasi jenis anastesi
Apakah perlu kesiapan khusus?
–instruksi kepada pasien
- apakah perlu pemberian pramedikasi?
- apakah perlu pemberian nantibotik terlebih dahulu ?
- apakah dipetlukan bentukk perawatan medis yang lain (seperti antikonvulsi, insulin, antikoagulan atau terapi steroid?
Pada saat operasi
Yakin bahwa semua instrument yang mungkin diperlukan sudah tersedia dan sudah steril (dengan cara memikirkan tiap tahap prosedur dan mencatat daftar intrumen yang diperlukan untuk melakukan tahap prosedur tadi)
Letakkan instrument dalam urutan seperti biasa pada baki steril atau pada trolley yang telah didesinfeksi kering dengan bagian atasnya ditutup dengan lap steril.
Bila instrument yang dipergunakan mempunyai satu ujung, hanya tangkai instrument ygang boleh disentuh.
Setelah digunakan, instrument harus dikembalikan ke tempat semula pada baki atau trolley. Bahan-bahan yang kotor harus ditempatkan pada tempat yang terpisah.
Keperluan lain, penerangan yang cukup, asisten yang terampil, gambaran radiografis daerah operasi, anastesi yg efektif, dan rencana operasi yang disusun untuk mengatasi kesulitan dan menghindari komplikasi.
Pasca operasi
Resepkan analgesic seperlunya
Memberikan instruksi yang jelas sehubungan dengan
Kebersihan mulut,termasuk penggunaan kumur-kumur larutan saline hangat
Perdarahan, rasa sakit setelah dioperasi dan pembengkakan pasca operasi
Indikasi untuk perawatan darurat serta hal-hal yang perlu dilakukan
Buat janji untuk kanjungan berikutnya.