Kista Rongga Mulut
1. Definisi
Kista adalah rongga patologik yang dapat berisi cairan, semisolid/semifluid, atau gas yang bukan berasal dari akumulasi pus maupun darah. Kista dapat terjadi dianatara tulang atau jaringan lunak. Dapat asymptomatic atau dapat dihubungkan dengan nyeri dan pembengkakan. Pada umumnya kista berjalan lambat dengan lesi yang meluas. Mayoritas kista berukuran kecil dan tidak menyebabkan pembengkakan di permukaan jaringan. Apabila tidak ada infeksi, maka secara klinis pembesarannya minimal dan berbatas jelas. Pembesaran kista dapat menyebabkan asimetri wajah, pergeseran gigi yang terlibat, hilangnya gigi yang berhubungan atau gigi tetangga. Dilihat dari gambaran radiograf, terlihat radiolusen yang dikelilingi lapisan radiopak tipis, dapat berbentuk unilokular atau multilokular.
2. Klasifikasi
a. Odontogenik
Kista odontogenik adalah kista yang berasal dari sisa-sisa epitelium pembentuk gigi (epitelium odontogenik). Seperti kista lainnya, kista odontogenik dapat mengandung cairan, gas atau material semisolid.
Kista odontogenik disubklasifikasikan menjadi kista yang berasal dari developmental atau inflammatory. Kista developmental yakni kista yang tidak diketahui penyebabnya, namun tidak terlihat sebagai hasil reaksi inflamasi. Sedangkan kista inflammatory merupakan kista yang terjadi karena inflamasi.
1) Developmental
· Dental lamina cyst (gingival cyst of infant)
· Odontogenic cyst (primordial cyst)
· Dentigerous cyst (follicular cyst)
· Eruption cyst
· Lateral periodontal cyst
· Botryoid odotogenic cyst
· Glandular odotogenic cyst
· Gingival cyst of adults
· Calcifying odontogenic cyst
2) Inflamatory
· Radicular cyst ( periapical cyst)
· Residual cyst
· Paradental cyst
· Buccal bifurcation cyst
b. Non-odontogenik
· Naso- palatine duct cyst (incisive canal cyst)
· Nasolabial cyst (nasoalveolar cyst)
· Palatal cyst of infant
· Lymphoepithelial cyst
· Gastric heterotropic cyst
· Tryglosal duct cyst
· Salivary duct cyst
· Maxillary antrum associated cyst
· Soft tissue cyst
· Pseudo cyst
· Congenital cyst
· Parasitic cyst
3. Patogenesis Kista
a. Inisiasi kista
Inisiasi kista mengakibatkan proliferasi batas epithelia dan pembentukan suatu kavitas kecil. Inisiasi pembentukan kista umumnya berasal dari epithelium odontogenic. Bagaimanapun rangsangan yang mengawali proses ini tidak diketahui. Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan suatu kista adalah proliferasi epithelia, akumulasi cairan dalam kavitas kista dan resorpsi tulang.
b. Pembesaran kista
Proses ini umumnya sama pada setiap jenis kista yang memiliki batas epithelium. Tahap pembesaran kista meliputi peningkatan volume kandungan kista, peningkatan area permukaan kantung kista, pergeseran jaringan lunak disekitar kista dan resorpsi tulang.
1) Peningkatan volume kandungan kista
Infeksi pada pulpa non-vital merangsang sisa sel malasez pada membran periodontal periapikal untuk berproliferasi dan membentuk suatu jalur menutup melengkung pada tepi granuloma periapikal, yang pada akhirnya membentuk suatu lapisan yang menutupi foramen apikal dan diisi oleh jaringan granulasi dan sel infiltrasi melebur. Sel-sel berproliferasi dalam lapisan dari permukaan vaskular jaringan penghubung sehingga membentuk suatu kapsul kista. Setiap sel menyebar dari membran dasar dengan percabangan lapisan basal sehingga kista dapat membesar di dalam lingkungan tulang yang padat dengan mengeluarkan faktor-faktor untuk meresorpsi tulang dari kapsul yang menstimulasi pembentukan osteoclast.
2) Proliferasi epitel
Pembentukan dinding dalam membentuk proliferasi epitel adalah salah satu dari proses penting peningkatan permukaan area kapsul dengan akumulasi kandungan seluler. Pola mulrisentrik pertumbuhan kista membawa proliferasi sel-sel epitel sebagai keratosis mengakibatkan ekspansi kista. Aktifitas kolagenase meningkatkan kolagenalisis. Pertumbuhan tidak mengurangi batas epitel akibat meningkatnya mitosis. Adanya infeksi merangsang sel-sel seperti sisa sel malasez untuk berploriferasi dan membentuk jalur penutup. Jumlah lapisan epitel ditentukan oleh periode viabilitas tiap sel dan tingkat maturasi serta deskuamasinya.
3) Resorpsi tulang
Seperti percabangan sel-sel epitel, kista mampu untuk membesar di dalam kavitas tulang yang padat dengan mengeluarkan fakor resorpsi tulang dari kapsul yang merangsang fungsi osteoklas (PGE2). Perbedaan ukuran kista dihasilkan dari kuantitas pengeluaran prostaglandin dan faktor-faktor lain yang meresorpsi tulang.
4. Gambaran Secara Umum
Menurut Cawson (2002) kista dentigerous merupakan kista kedua yang paling banyak terjadi setelah kista radikular, yakni dengan jumlah 15-18%. Pada tahun 2006, dengan jumlah kasus 695 ditemukan bahwa persentase kista odontogenik yang terdapat di Pitie-salpetriere University Hospital, Paris, Prancis yaitu :
1. Kista periodontal 53,5%
2. Kista dentigerous 22,3%
3. Keratosis odontogenik 19,1%
4. Residual cyst 4,6%
5. Kista lateral periodontal 0,3%
6. Kista glandular odontogenik 0,2%
Kista tumbuh secara ekspansi hidrolik dan dilihat dari gambar radiografik biasanya menunjukkan lapisan tipis radioopak yang mengelilingi radiolusensi. Adanya proses kortikasi yang terlihat secara radiografik adalah merupakan hasil dari kemampuan tulang disekitarnya untuk membentuk tulang baru lebih cepat dibandingkan proses resorpsinya, hal inilah yang terjadi selama perluasan lesi.
PERBEDAAN ABSES DAN KISTA RONGGA MULUT
| Kista | Abses |
Radiologi : | Berbentuk membulat atau oval unilokuler atau multilokuler | Bentuknya tidak beraturan |
berbatas jelas radiolusen | Tidak berbatas jelas | |
Margin : terdapat peripheral cortication (radio-opaque margin) | Margin : tidak terdapat peripheral cortication (radio-opaque margin | |
Tanda klinis : | Asymtomatic (kecuali pada kista yang beradang/terinfeksi) | Terdapat symtom (terasa sakit) |
Berkembang dalam waktu yang lama |
REFERENSI
Aryati, R. 2006. Uji Kepekaan Mikroorganisme Yang Diisolasi Dari Abses Di Rongga Mulut Terhadap Antimikroba. Tidak Diterbitkan. Sumatra Utara : Universitas Sumatra Utara
Canina, V. 2010. Kista Odontogenik. Tidak Diterbitkan. Aceh : Universitas Syah Kuala
Cawson, R.A., Odel, E.W., Porter, J., 2002,Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, 7th ed., Elsevier, Science, Limited, Edinburgh
Cilmiaty, R. 2009. Infeksi Odontogen. WWW Dental World [serial on line] http://cilmiaty.blogspot.com/2009/04/infeksi-odontogen-by-risya-cilmiaty-ar.html [6 November 2012]
Daud ME., Karasutisna T. 2001. Infeksi odontogenik 1th ed. Bandung. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Unpad. p.1-12
Fragiskos, F.D. 2007. Oral Surgery. Heidelberg : Springer.
Lopez-Piriz, R., dkk.2007. Management of Odontogenic Infection of Pulpal and Periodontal Origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007;12:E154-9.
Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanti dan Basoeseno.” Oral Surgery 1st ed”. Jakarta : EGC.